#pdamSurabaya #pengaduan #penanganan #cepatdancermat
BUKAN KESEDIHAN KECIL BAGIKU
Awal Mei ini, aku merasakan sesuatu yang selalu kurang nyaman. Mimpi-mimpi malam yang lebih sering terjadi dan mendadak selalu terbayang secara jelas dan itu tidak menyenangkan.
Selama ini aku jarang sekali bermimpi saat tidur. Bahkan sekian tahun lalu, pernah ada pada masa setiap mimpi selalu "menjadi nyata". Ya semacam dejavu, dan hal itu sangat mengganggu kestabilan emosiku.
Ketika mengalami mimpi yang menjadi nyata ini, pernah membuatku hampir pingsan karena mendadak 'sadar' bahwa mimpinya telah habis dan aku harus segera berada di alam sadarku yang tidak ada dalam mimpi sebelumnya. Mengingat kembali hal itu tentu sangat tidak menyenangkan dan juga sering merepotkan orang lain yang bersamaku saat mimpi itu 'habis'.
Aku selalu menangis pada Tuhan, agar aku tidak diberiNya mimpi yang seperti itu, karena sangat menyiksaku. Jika ada hal buruk akan membuatku berada pada titik 'penyesalan' yang cukup lama karena tidak mampu berbuat yang lebih baik dalam mimpi itu. Tentunya demikian juga saat mimpi itu menjadi nyata. Pun, jika tentang hal baik, aku juga tetap ketakutan jatuh pada syirik, percaya kepada selainNya.
Entah bagaimana awalnya, ketika aku merasa hidupku berubah nyaman ketika tidak ada lagi mimpi dalam tidurku. Tidur ya tidur dengan damai, tanpa mimpi lagi.
Kemudian, ada mimpi lagi dalam tidur tetapi susah untuk kuingat apa yang ada dalam mimpiku. Aku biasanya tidak memikirkan, kecuali mimpi itu sangat jelas dan aku terbangun karenanya.
Nah, akhir-akhir ini kembali aku mengalami mimpi dalam tidurku. Mimpi bersambung atau tidak yang begitu jelas. Anehnya justru hal itu terbawa ke alam sadarku dalam keseharian, aku tetap mengingat mimpi tersebut. Itulah yang terjadi saat ini, termasuk rasa kurang nyaman yang kurasakan beberapa waktu ini. Mungkin karena kondisi saat ini (pandemi) menyebabkan 'efek' dalam alam bawa sadarku.
Lalu, 4 Mei pagi hari. Selepas sahur aku mematikan lampu teras dan taman. Pandanganku jatuh pada gerbang rumah bagian depan yang tampak basah. Apakah semalam hujan dan aku tidak mengetahuinya? Kuperhatikan secara cermat, sekitarnya tidak basah jika memang ada hujan semalam.
Apakah tetangga sudah mencuci mobil sepagi ini? Ya, sudah terbiasa ketika tetangga sebelah kiri rumah mencuci mobilnya dan airnya akan menggenangi gerbang rumahku yang posisinya memang lebih rendah dari gerbang rumah sebelah. Ah, mungkin memang tetangga sudah mencuci mobilnya.
Aku tidak memperhatikan lagi....
Jam kerja dimulai, tidak ada lintasan pikiran tentang area pintu gerbang rumah yang tergenang air hingga sore hari aku melihat area basah hanya di sekitar ujung berm tanaman. Aku tetap tidak berfikir yang aneh-aneh, karena hari itu Surabaya sangat panas sehingga air yang sebelumnya menggenang itu ikut mengering.
Selasa pagi, kembali aku dikejutkan genangan serupa yang lebih lebar areanya. Tidak hanya tepat di depan pintu gerbang, melainkan melebar ke arah jalan depan rumah. Aku keluar untuk memastikan. Terkejut ketika kudapati bahwa air itu bukan bersumber dari tetangga yang mencuci mobilnya atau membersihkan rumah mereka.
Aku berjalan ke sekitar taman kecilku, dan air itu meluber hingga area mendekati tempat sampah. Ya, hanya di depan rumahku. Aku perhatikan meteran air PDAM, tidak ada yang mencurigakan, tapi dari mana sumbernya air itu?
Mendadak aku merasa sedih sekali melihat itu, karena pikiran khawatir berduyun menyerbuku. Aku merasa ada yang tidak beres dengan pipa PDAM di depan rumah. Aku perhatikan akar tanaman mangga yang tepat berada di atas saluran PDAM yang mengarah ke rumah. Akarnya memang tampak sangat kuat dan aku baru menyadari ternyata pohon mangga yang kutanam tidak lebih besar dari ukuran lingkar pergelangan tanganku, kini telah tumbuh sebesar paha orang dewasa pada bagian pangkalnya. Akarnya juga tampak tumbuh liar.
Bayangan mengerikan dan menyedihkan hadir. Jika pipa itu rusak karena akar tanamanku, apa yang akan terjadi?
Tentu harus diganti pipa, dan aku pasti akan disalahkan oleh banyak orang. Jika sampai terjadi pergantian pipa PDAM walaupun di dalam perumahan, tentu akan mempengaruhi alirannya ke setiap rumah yang ada di perumahan Karah Indah I. Betapa sedihnya jika akulah yang menjadi sebab kesusahan bagi mereka? Bahkan saat Ramadhan seperti ini? Sungguh, kecamuk di benakku luar biasa resahnya.
Aku meminta staff untuk segera menghubungi call center PDAM Surabaya, melakukan pengaduan. Apapun yang terjadi aku akan menerima kunsekuensinya jika memang kerusakan yang terjadi disebabkan oleh tanamanku.
Walaupun sudah melakukan pengaduan dan akan menerima konsekuensinya, tapi tetap saja perasaanku selalu kurang nyaman. Sejenak aku berdiri dari meja kerjaku dan menengok genangan air di depan pintu gerbang. Surabaya yang panas bukan membuat genangan itu mengering, tapi tetap bertahan dengan kondisi seperti itu bahkan menyeluruh sepanjang berm taman depan rumah.
Kekhawatiranku hanya satu, yaitu tertanggunya pasokan air untuk warga di perumahan ini, karena posisi rumahku adalah Blok A, artinya bagian depan yang menjadi hulu dari blok lainnya. Sungguh itulah yang tak mampu kubayangkan sedihnya.
Aku mungkin akan biasa saja jika PDAM tidak mengalir karena masih punya air sumur yang sangat bagus, jernih dan bersih. Aku tetap bisa memasak karena menggunakan air mineral. Tapi apakah semua warga di sini memiliki air sumur?
Bahkan aku setiap saat memohon padaNya, agar semua dimudahkan, tidak ada hal yang terlalu mengkhawatirkan. Aku sungguh tidak ingin menjadi sebab kesusahan bagi orang lain, terlebih saat ramadan yang penuh rahmat ini.
Sampai siang tidak ada respon atau telpon balik dari pihak PDAM. Aku kembali meminta staff untuk menanyakan yang ternyata staff tidak mencatat nomer pelaporan. Bersyukur ternyata nomer pelaporannya berdasar nomer pelanggan.
"Mohon maaf, pengecekan baru bisa dilakukan paling cepat besok."
Itulah informasi yang aku terima dan menjadi waktu yang teramat panjang pagiku karena sangat membebani otakku. Terlebih hari Kamis adalah tanggal merah, tentunya apa dan bagaimana semoga PDAM akan melalukan pengecekan pada hari Rabu, 6 Mei 2020. Hanya itu yang aku harapkan agar semuanya jelas. Apakah persoalan itu disebabkan oleh tanamanku atau tidak.
Sore hari aku melihat air semakin menggenang dan ketika kuangkat pot tanaman yang di sekitar pintu gerbang, aku memang mendapati rembesan air berasal dari samping pohon mangga di atas saluran utama yang menuju rumah. Semakin miris saja perasaanku karena merasa memang pohon manggaku yang menjadi sebabnya.
Kuperhatikan pohon mangga yang kutanam awal tahun 2017 sepulang aku umroh. Pohon itu berbuah sepanjang waktu dengan jumlah buah yang tidak banyak. Buahnya yang harum, sangat manis saat matang dan sangat masam saat masih muda. Mangga yang tidak membuktikan ucapan penjualnya. Ya, penjual bilang itu adalah mangga Manalagi, tapi dari buah yang muncul sangat jauh dari ciri mangga Manalagi.
Sejak pertama berbuah, dia selalu menunjukkan keuunikannya. Setiap buah akan matang, dia akan berbunga lagi demikian seterusnya. Walaupun buah yang jadi juga tidak banyak, dua, tiga, lima atau tujuh buah saja. Tapi mangga ini memang tampaknya selalu menarik orang untuk mencoba menikmatinya. Saat masih muda, beberapa kali buah yang sudah besar diambil orang, ya hanya satu buah saja. Mungkin ada yang nyidam. Bahkan belum lama ini, aku juga kehilangan satu buahnya yang menjelang mengkal dan matang. Satu buah telah matang minggu lalu dan kumakan saat sahur.
Saat ini, dia memiliki buah yang sudah cukup besar sebanyak 7 buah. Dan lagi-lagi, aku sudah melihat pucuk lainnya sudah menunjukkan bakal bunga yang tidak lama lagi akan mekar dan menjadi buah. Ya, jika memang persoalan PDAM ini karena akar pohon mangga ini, tentu aku akan kehilangan pohon ini untuk selamanya. Aku sudah yakin, asal tidak membuat tetangga terganggu pasokan airnya. Sungguh ini bukan kesedihan kecil bagiku. Aku takut menjadi sebab kesusahan orang lain, itu saja.
Rabu, 6 Mei 2020 sekitar pukul 09.30 WIB, ada 6 orang datang dan langsung melakukan pengecekan laporan kami. Dua orang mungkin mandornya, sedangkan 4 orang lainnya adalah pekerja ahlinya. Tanpa banyak cakap mereka segera melihat saluran air menuju rumah, mengecek titik saluran yang tertanam di dekat pohon mangga dan air bersumber dari area itu.
Dua orang langsung menyentuhkan tangan ke area tanah yang basah, menggoyahkan pohon mangga. Sebuah sekop langsung mencongkel tanah di dekat pohon mangga. Sementara dua orang lainnya mengecek arus air yang mengenangi sepanjang jalan di depan rumah. Dua orang lainnya hanya duduk memperhatikan ke empat orang itu bekerja.
"Ini, sumbernya tidak ke arah sana. Semua di sini, berarti titiknya di sini." ujar dua orang yang mengecek di dekat pohon mangga. Dua orang lain yang mengecek jalan sekitar berm dan tempat sampah segera mengambil alat.
Sesaat aku terpesona dengan keahlian mereka. Cepat mereka menurunkan alat-alat berat mereka. Aku memperhatikan berbagai instruksi dan koordinasi antar mereka. Aku tersenyum...sungguh begitulah cara bekerja seorang yang sudah ahli di bidangnya. Cepat tepat dan cermat.
"Jadi bukan karena akar pohon mangga ini ya, Pak?" tanyaku.
"Bukan, Bu. pohon ini akarnya masih di atas, lagian saluran air utama jauh dari berm ada di sini, Bu." beliau menunjukkan area yang menjadi tempat pipa besar PDAM yang mengalirkan air untuk semua warga di perumahan ini.
"Hah? Masak pipanya di sana? Kok jauh, Pak?"
"Hahaha iya, Bu, memang begitu, yang ke rumah-rumah itu hanya saluran kecil-kecil."
"Oh, jadi kalau ada persoalan di saluran saya ini, tidak berpengaruh ke saluran warga lain?"
"Tentu tidak, Bu, kecuali memang pipa utama yang ada di sana itulah yang rusak. Otomatis semua warga yang airnya memalui pipa ini akan terganggu."
Rasanya ada jutaan ton beban di benak dan pundakku lepas begitu saja. Aku menderas syukur kepadaNya.
Aku perhatikan lagi mereka bekerja setelah aku menerima telpon dari pimpinan untuk persiapan meeting. Ada laporan keuangan yang harus aku sampaikan kepada beliau dan harus segera diputuskan.
Ternyata mereka dengan mudah mencongkel paving dan menemukan titik masalah itu. Sebuah pipa berkarat diangkat. Dari situlah air keluar karena adanya tekanan dari pipa besar. Pipa penghubung antara saluran besar kepada saluran kecil ke rumah-rumah. Saat pipa itu di tarik, aku menyaksikan sendiri dan ternyata satu orang dari mereka berada di bawah kubangan. Aku hanya melihat bagian pundak hingga kepalanya saja. Artinya pipa besarnya juga sangat dalam ya...tidak seperti pikiranku yang dangkal. Duuuh...
"Nah, ini persoalannya, Bu, pipanya sudah tua dan ini pipa besi berkarat semua, bagian penghubungnya sudah aus, airnya merembes dari sini. Kayaknya ini pipa kali pertama perumahan ini di bangun, berarti berapa puluh tahun ya?"
Aku tersenyum takjub melihat mereka bekerja. Ya, segala sesuatu jika diserahkan kepada ahlinya tentu akan berhasil atau berjalan dengan baik. Cepat dan tepat. Hal ini mengingatkan aku pada sertifikasi keahlian yang juga menjadi bagian dari dunia kerjaku.
"Sepertinya bapak-bapak itu tidak hanya punya SKT tapi juga SKA perpipaan khusus untuk saluran air seperti ini." kataku kepada staff yang mendampingiku melihat petugas PDAM itu bekerja.
"Iya, ini SKA, Mbak. Lha cepet begitu kerjanya langsung tahu titik-titik kemungkinan persoalannya dimana."
"Disamping itu, mereka tentu sudah sangat berpengalaman dan inilah yang pasti akan memenangkan segala persaingan. Bisa saja mereka hanya punya SKT atau bahkan pihak ketiga yang memang sudah berpengalaman di bidang ini, tanpa perlu sertifikat terampil atau ahli."
"Hahaha...iya, bisa juga ya, Mbak."
Tidak memakan waktu lama, mereka segera mengganti pipa berkarat itu dengan pipa baru yang tidak terbuat dari besi. Alat-alat pendukung kembali dikeluarkan dan sekali lagi aku melihat semua dengan kegaguman yang luar biasa. Cekatan sekali.
"Bapak-bapak, puasa?"
Aku merasa harus bertanya seperti itu karena matahari Surabaya benar-benar sedang dalam posisi keindahannya yang sempurna. Hangat di atas rata-rata. Akhirnya aku tahu, tidak semua berpuasa. Ada yang puasa dan tampak usianya paling muda dari rekan kerjanya yang lain.
Aku berikan minuman dingin yang memang biasa tersedia untuk tamu. Sejak ada pandemi dan juga ramadan, persediaan itu tidak tersentuh karena memang kami melarang tamu datang ke kantor. Jadinya ya menjadi rezeki petugas PDAM ini.
Segera aku membeli makanan untuk makan siang mereka yang memang kuniati untuk dibawa pulang saja. Aku yakin mereka tidak akan berkenan makan di kantor. Aku kembali ke kantor tepat saat mereka semua telah selesai bersih diri dan akan segera pergi.
"Pak, ini untuk yang berpuasa nggih, samua saya pisah-pisah jadi bisa dimakan waktu berbuka nanti." jelasku kepada yang tengah berpuasa.
"MasyaAllah, Bu, terima kasih sangat lho...Gusti Allah yang mbalas ya, Bu.......dst..."
Doa-doa baik berhamburan, menyejukkan jiwaku di tengah terpaan panasnya matahari menjelang sholat dhuhur.
Demikian juga untuk mereka yang tidak puasa, aku menerima hamparan doa-doa yang tak kalah indah.
"Semoga salurannya tidak bermasalah lagi ya, Bu. Jangan khawatir juga pohon-pohonya itu gak apa-apa, tidak mengganggu pipa PDAM. Tanami tanaman yang ibu suka saja, biar tambah sejuk. Enak kayak gini, segar lihatnya hijau semua." ucap salah satu yang wajahnya paling tua dari rekan lainnya. Beliau yang kutanya apakah pohon manggaku yang menyebabkan masalah itu sebelumnya.
Siang yang hangat bahkan panas, tapi seluruh hati dan jiwaku merasakan kesejukan yang luar biasa.
Terima kasih ya Allah, melalui orang-orang baik itu (yang memang menjadi tugas mereka) semua yang kukhawatirkan telah usai.
Bisa saja, bahwa mereka yang datang itu adalah pihak ketiga dari PDAM Surabaya yang hanya digaji saat ada pekerjaan semacam persoalan yang terjadi di rumahku ini. Aku yakin Engkau tidak akan pernah salah menempatkan segala sesuatu yang terbaik untuk kami semua.
Nah, hal sederhana begini saja mungkin bagi sebagian besar orang adalah hal wajar dan biasa saja. Saluran PDAM rusak ya tanggung jawabnya dinas dan bukan sebuah persoalan besar. Ya...memang begitulah seharusnya ya. Aku saja yang terlalu khawatir jika persoalan saluran air di rumahku ini akan berpengaruh kepada kenyamanan warga perumahan ini.
Menjadi manusia yang tidak membuat orang lain resah itu...adalah termasuk hal baik. Jadi, aku tetap bersyukur masih diberiNya rasa khawatir ini. Khawatir membuat orang lain resah. Semoga kita masuk dalam golongan manusia yang selalu membawa kenyamanan bagi orang lain, baik sikap, ucap pun tulisan. Aamiin.
Ada yang perhatian, pada foto pertama? Pohon pepaya yang mendadak mati pada awal Ramadan. Sebelumnya dia segar sekali, berbunga dan sudah banyak buahnya juga. Aku sudah merencanakan akan mengambil satu buahnya yang mentah utnuk kuolah menjadi permen pepaya.
Terkejut, ketika siang itu aku lihat pucuknya mendadak layu, aku kira karena cuaca ekstrim di Surabaya yang memang sangat panas pada akhir April lalu. Besoknya aku baru menyadari ternyata satu buah terbesarnya sudah jatuh. Kini, aku hanya menunggu dia roboh sendiri.
Tidak kalah terkejutnya adalah... ketika aku melihat reaksi orang-orang yang melihat pohon pepaya di tengah taman kecil itu mati secara mendadak. Ada yang mengamati dengan sangat amat sekali hehehe. Banyak pertanyaan disampaikan kepadaku dan aku tersenyum saja.
"Ya memang sudah saatnya mati, artinya sudah bukan menjadi rezekiku lagi." jawabku.
Surabaya, 11 Mei 2020
Selama ini aku jarang sekali bermimpi saat tidur. Bahkan sekian tahun lalu, pernah ada pada masa setiap mimpi selalu "menjadi nyata". Ya semacam dejavu, dan hal itu sangat mengganggu kestabilan emosiku.
Ketika mengalami mimpi yang menjadi nyata ini, pernah membuatku hampir pingsan karena mendadak 'sadar' bahwa mimpinya telah habis dan aku harus segera berada di alam sadarku yang tidak ada dalam mimpi sebelumnya. Mengingat kembali hal itu tentu sangat tidak menyenangkan dan juga sering merepotkan orang lain yang bersamaku saat mimpi itu 'habis'.
Aku selalu menangis pada Tuhan, agar aku tidak diberiNya mimpi yang seperti itu, karena sangat menyiksaku. Jika ada hal buruk akan membuatku berada pada titik 'penyesalan' yang cukup lama karena tidak mampu berbuat yang lebih baik dalam mimpi itu. Tentunya demikian juga saat mimpi itu menjadi nyata. Pun, jika tentang hal baik, aku juga tetap ketakutan jatuh pada syirik, percaya kepada selainNya.
Entah bagaimana awalnya, ketika aku merasa hidupku berubah nyaman ketika tidak ada lagi mimpi dalam tidurku. Tidur ya tidur dengan damai, tanpa mimpi lagi.
Kemudian, ada mimpi lagi dalam tidur tetapi susah untuk kuingat apa yang ada dalam mimpiku. Aku biasanya tidak memikirkan, kecuali mimpi itu sangat jelas dan aku terbangun karenanya.
Nah, akhir-akhir ini kembali aku mengalami mimpi dalam tidurku. Mimpi bersambung atau tidak yang begitu jelas. Anehnya justru hal itu terbawa ke alam sadarku dalam keseharian, aku tetap mengingat mimpi tersebut. Itulah yang terjadi saat ini, termasuk rasa kurang nyaman yang kurasakan beberapa waktu ini. Mungkin karena kondisi saat ini (pandemi) menyebabkan 'efek' dalam alam bawa sadarku.
Lalu, 4 Mei pagi hari. Selepas sahur aku mematikan lampu teras dan taman. Pandanganku jatuh pada gerbang rumah bagian depan yang tampak basah. Apakah semalam hujan dan aku tidak mengetahuinya? Kuperhatikan secara cermat, sekitarnya tidak basah jika memang ada hujan semalam.
Apakah tetangga sudah mencuci mobil sepagi ini? Ya, sudah terbiasa ketika tetangga sebelah kiri rumah mencuci mobilnya dan airnya akan menggenangi gerbang rumahku yang posisinya memang lebih rendah dari gerbang rumah sebelah. Ah, mungkin memang tetangga sudah mencuci mobilnya.
Aku tidak memperhatikan lagi....
Jam kerja dimulai, tidak ada lintasan pikiran tentang area pintu gerbang rumah yang tergenang air hingga sore hari aku melihat area basah hanya di sekitar ujung berm tanaman. Aku tetap tidak berfikir yang aneh-aneh, karena hari itu Surabaya sangat panas sehingga air yang sebelumnya menggenang itu ikut mengering.
Selasa pagi, kembali aku dikejutkan genangan serupa yang lebih lebar areanya. Tidak hanya tepat di depan pintu gerbang, melainkan melebar ke arah jalan depan rumah. Aku keluar untuk memastikan. Terkejut ketika kudapati bahwa air itu bukan bersumber dari tetangga yang mencuci mobilnya atau membersihkan rumah mereka.
Aku berjalan ke sekitar taman kecilku, dan air itu meluber hingga area mendekati tempat sampah. Ya, hanya di depan rumahku. Aku perhatikan meteran air PDAM, tidak ada yang mencurigakan, tapi dari mana sumbernya air itu?
Mendadak aku merasa sedih sekali melihat itu, karena pikiran khawatir berduyun menyerbuku. Aku merasa ada yang tidak beres dengan pipa PDAM di depan rumah. Aku perhatikan akar tanaman mangga yang tepat berada di atas saluran PDAM yang mengarah ke rumah. Akarnya memang tampak sangat kuat dan aku baru menyadari ternyata pohon mangga yang kutanam tidak lebih besar dari ukuran lingkar pergelangan tanganku, kini telah tumbuh sebesar paha orang dewasa pada bagian pangkalnya. Akarnya juga tampak tumbuh liar.
Bayangan mengerikan dan menyedihkan hadir. Jika pipa itu rusak karena akar tanamanku, apa yang akan terjadi?
Tentu harus diganti pipa, dan aku pasti akan disalahkan oleh banyak orang. Jika sampai terjadi pergantian pipa PDAM walaupun di dalam perumahan, tentu akan mempengaruhi alirannya ke setiap rumah yang ada di perumahan Karah Indah I. Betapa sedihnya jika akulah yang menjadi sebab kesusahan bagi mereka? Bahkan saat Ramadhan seperti ini? Sungguh, kecamuk di benakku luar biasa resahnya.
Aku meminta staff untuk segera menghubungi call center PDAM Surabaya, melakukan pengaduan. Apapun yang terjadi aku akan menerima kunsekuensinya jika memang kerusakan yang terjadi disebabkan oleh tanamanku.
Walaupun sudah melakukan pengaduan dan akan menerima konsekuensinya, tapi tetap saja perasaanku selalu kurang nyaman. Sejenak aku berdiri dari meja kerjaku dan menengok genangan air di depan pintu gerbang. Surabaya yang panas bukan membuat genangan itu mengering, tapi tetap bertahan dengan kondisi seperti itu bahkan menyeluruh sepanjang berm taman depan rumah.
Kekhawatiranku hanya satu, yaitu tertanggunya pasokan air untuk warga di perumahan ini, karena posisi rumahku adalah Blok A, artinya bagian depan yang menjadi hulu dari blok lainnya. Sungguh itulah yang tak mampu kubayangkan sedihnya.
Aku mungkin akan biasa saja jika PDAM tidak mengalir karena masih punya air sumur yang sangat bagus, jernih dan bersih. Aku tetap bisa memasak karena menggunakan air mineral. Tapi apakah semua warga di sini memiliki air sumur?
Bahkan aku setiap saat memohon padaNya, agar semua dimudahkan, tidak ada hal yang terlalu mengkhawatirkan. Aku sungguh tidak ingin menjadi sebab kesusahan bagi orang lain, terlebih saat ramadan yang penuh rahmat ini.
Sampai siang tidak ada respon atau telpon balik dari pihak PDAM. Aku kembali meminta staff untuk menanyakan yang ternyata staff tidak mencatat nomer pelaporan. Bersyukur ternyata nomer pelaporannya berdasar nomer pelanggan.
"Mohon maaf, pengecekan baru bisa dilakukan paling cepat besok."
Itulah informasi yang aku terima dan menjadi waktu yang teramat panjang pagiku karena sangat membebani otakku. Terlebih hari Kamis adalah tanggal merah, tentunya apa dan bagaimana semoga PDAM akan melalukan pengecekan pada hari Rabu, 6 Mei 2020. Hanya itu yang aku harapkan agar semuanya jelas. Apakah persoalan itu disebabkan oleh tanamanku atau tidak.
Sore hari aku melihat air semakin menggenang dan ketika kuangkat pot tanaman yang di sekitar pintu gerbang, aku memang mendapati rembesan air berasal dari samping pohon mangga di atas saluran utama yang menuju rumah. Semakin miris saja perasaanku karena merasa memang pohon manggaku yang menjadi sebabnya.
Kuperhatikan pohon mangga yang kutanam awal tahun 2017 sepulang aku umroh. Pohon itu berbuah sepanjang waktu dengan jumlah buah yang tidak banyak. Buahnya yang harum, sangat manis saat matang dan sangat masam saat masih muda. Mangga yang tidak membuktikan ucapan penjualnya. Ya, penjual bilang itu adalah mangga Manalagi, tapi dari buah yang muncul sangat jauh dari ciri mangga Manalagi.
Sejak pertama berbuah, dia selalu menunjukkan keuunikannya. Setiap buah akan matang, dia akan berbunga lagi demikian seterusnya. Walaupun buah yang jadi juga tidak banyak, dua, tiga, lima atau tujuh buah saja. Tapi mangga ini memang tampaknya selalu menarik orang untuk mencoba menikmatinya. Saat masih muda, beberapa kali buah yang sudah besar diambil orang, ya hanya satu buah saja. Mungkin ada yang nyidam. Bahkan belum lama ini, aku juga kehilangan satu buahnya yang menjelang mengkal dan matang. Satu buah telah matang minggu lalu dan kumakan saat sahur.
Saat ini, dia memiliki buah yang sudah cukup besar sebanyak 7 buah. Dan lagi-lagi, aku sudah melihat pucuk lainnya sudah menunjukkan bakal bunga yang tidak lama lagi akan mekar dan menjadi buah. Ya, jika memang persoalan PDAM ini karena akar pohon mangga ini, tentu aku akan kehilangan pohon ini untuk selamanya. Aku sudah yakin, asal tidak membuat tetangga terganggu pasokan airnya. Sungguh ini bukan kesedihan kecil bagiku. Aku takut menjadi sebab kesusahan orang lain, itu saja.
Rabu, 6 Mei 2020 sekitar pukul 09.30 WIB, ada 6 orang datang dan langsung melakukan pengecekan laporan kami. Dua orang mungkin mandornya, sedangkan 4 orang lainnya adalah pekerja ahlinya. Tanpa banyak cakap mereka segera melihat saluran air menuju rumah, mengecek titik saluran yang tertanam di dekat pohon mangga dan air bersumber dari area itu.
Dua orang langsung menyentuhkan tangan ke area tanah yang basah, menggoyahkan pohon mangga. Sebuah sekop langsung mencongkel tanah di dekat pohon mangga. Sementara dua orang lainnya mengecek arus air yang mengenangi sepanjang jalan di depan rumah. Dua orang lainnya hanya duduk memperhatikan ke empat orang itu bekerja.
"Ini, sumbernya tidak ke arah sana. Semua di sini, berarti titiknya di sini." ujar dua orang yang mengecek di dekat pohon mangga. Dua orang lain yang mengecek jalan sekitar berm dan tempat sampah segera mengambil alat.
Sesaat aku terpesona dengan keahlian mereka. Cepat mereka menurunkan alat-alat berat mereka. Aku memperhatikan berbagai instruksi dan koordinasi antar mereka. Aku tersenyum...sungguh begitulah cara bekerja seorang yang sudah ahli di bidangnya. Cepat tepat dan cermat.
"Jadi bukan karena akar pohon mangga ini ya, Pak?" tanyaku.
"Bukan, Bu. pohon ini akarnya masih di atas, lagian saluran air utama jauh dari berm ada di sini, Bu." beliau menunjukkan area yang menjadi tempat pipa besar PDAM yang mengalirkan air untuk semua warga di perumahan ini.
"Hah? Masak pipanya di sana? Kok jauh, Pak?"
"Hahaha iya, Bu, memang begitu, yang ke rumah-rumah itu hanya saluran kecil-kecil."
"Oh, jadi kalau ada persoalan di saluran saya ini, tidak berpengaruh ke saluran warga lain?"
"Tentu tidak, Bu, kecuali memang pipa utama yang ada di sana itulah yang rusak. Otomatis semua warga yang airnya memalui pipa ini akan terganggu."
Rasanya ada jutaan ton beban di benak dan pundakku lepas begitu saja. Aku menderas syukur kepadaNya.
Aku perhatikan lagi mereka bekerja setelah aku menerima telpon dari pimpinan untuk persiapan meeting. Ada laporan keuangan yang harus aku sampaikan kepada beliau dan harus segera diputuskan.
Ternyata mereka dengan mudah mencongkel paving dan menemukan titik masalah itu. Sebuah pipa berkarat diangkat. Dari situlah air keluar karena adanya tekanan dari pipa besar. Pipa penghubung antara saluran besar kepada saluran kecil ke rumah-rumah. Saat pipa itu di tarik, aku menyaksikan sendiri dan ternyata satu orang dari mereka berada di bawah kubangan. Aku hanya melihat bagian pundak hingga kepalanya saja. Artinya pipa besarnya juga sangat dalam ya...tidak seperti pikiranku yang dangkal. Duuuh...
"Nah, ini persoalannya, Bu, pipanya sudah tua dan ini pipa besi berkarat semua, bagian penghubungnya sudah aus, airnya merembes dari sini. Kayaknya ini pipa kali pertama perumahan ini di bangun, berarti berapa puluh tahun ya?"
Aku tersenyum takjub melihat mereka bekerja. Ya, segala sesuatu jika diserahkan kepada ahlinya tentu akan berhasil atau berjalan dengan baik. Cepat dan tepat. Hal ini mengingatkan aku pada sertifikasi keahlian yang juga menjadi bagian dari dunia kerjaku.
"Sepertinya bapak-bapak itu tidak hanya punya SKT tapi juga SKA perpipaan khusus untuk saluran air seperti ini." kataku kepada staff yang mendampingiku melihat petugas PDAM itu bekerja.
"Iya, ini SKA, Mbak. Lha cepet begitu kerjanya langsung tahu titik-titik kemungkinan persoalannya dimana."
"Disamping itu, mereka tentu sudah sangat berpengalaman dan inilah yang pasti akan memenangkan segala persaingan. Bisa saja mereka hanya punya SKT atau bahkan pihak ketiga yang memang sudah berpengalaman di bidang ini, tanpa perlu sertifikat terampil atau ahli."
"Hahaha...iya, bisa juga ya, Mbak."
Tidak memakan waktu lama, mereka segera mengganti pipa berkarat itu dengan pipa baru yang tidak terbuat dari besi. Alat-alat pendukung kembali dikeluarkan dan sekali lagi aku melihat semua dengan kegaguman yang luar biasa. Cekatan sekali.
"Bapak-bapak, puasa?"
Aku merasa harus bertanya seperti itu karena matahari Surabaya benar-benar sedang dalam posisi keindahannya yang sempurna. Hangat di atas rata-rata. Akhirnya aku tahu, tidak semua berpuasa. Ada yang puasa dan tampak usianya paling muda dari rekan kerjanya yang lain.
Aku berikan minuman dingin yang memang biasa tersedia untuk tamu. Sejak ada pandemi dan juga ramadan, persediaan itu tidak tersentuh karena memang kami melarang tamu datang ke kantor. Jadinya ya menjadi rezeki petugas PDAM ini.
Segera aku membeli makanan untuk makan siang mereka yang memang kuniati untuk dibawa pulang saja. Aku yakin mereka tidak akan berkenan makan di kantor. Aku kembali ke kantor tepat saat mereka semua telah selesai bersih diri dan akan segera pergi.
"Pak, ini untuk yang berpuasa nggih, samua saya pisah-pisah jadi bisa dimakan waktu berbuka nanti." jelasku kepada yang tengah berpuasa.
"MasyaAllah, Bu, terima kasih sangat lho...Gusti Allah yang mbalas ya, Bu.......dst..."
Doa-doa baik berhamburan, menyejukkan jiwaku di tengah terpaan panasnya matahari menjelang sholat dhuhur.
Demikian juga untuk mereka yang tidak puasa, aku menerima hamparan doa-doa yang tak kalah indah.
"Semoga salurannya tidak bermasalah lagi ya, Bu. Jangan khawatir juga pohon-pohonya itu gak apa-apa, tidak mengganggu pipa PDAM. Tanami tanaman yang ibu suka saja, biar tambah sejuk. Enak kayak gini, segar lihatnya hijau semua." ucap salah satu yang wajahnya paling tua dari rekan lainnya. Beliau yang kutanya apakah pohon manggaku yang menyebabkan masalah itu sebelumnya.
Siang yang hangat bahkan panas, tapi seluruh hati dan jiwaku merasakan kesejukan yang luar biasa.
Terima kasih ya Allah, melalui orang-orang baik itu (yang memang menjadi tugas mereka) semua yang kukhawatirkan telah usai.
Bisa saja, bahwa mereka yang datang itu adalah pihak ketiga dari PDAM Surabaya yang hanya digaji saat ada pekerjaan semacam persoalan yang terjadi di rumahku ini. Aku yakin Engkau tidak akan pernah salah menempatkan segala sesuatu yang terbaik untuk kami semua.
Nah, hal sederhana begini saja mungkin bagi sebagian besar orang adalah hal wajar dan biasa saja. Saluran PDAM rusak ya tanggung jawabnya dinas dan bukan sebuah persoalan besar. Ya...memang begitulah seharusnya ya. Aku saja yang terlalu khawatir jika persoalan saluran air di rumahku ini akan berpengaruh kepada kenyamanan warga perumahan ini.
Menjadi manusia yang tidak membuat orang lain resah itu...adalah termasuk hal baik. Jadi, aku tetap bersyukur masih diberiNya rasa khawatir ini. Khawatir membuat orang lain resah. Semoga kita masuk dalam golongan manusia yang selalu membawa kenyamanan bagi orang lain, baik sikap, ucap pun tulisan. Aamiin.
Ada yang perhatian, pada foto pertama? Pohon pepaya yang mendadak mati pada awal Ramadan. Sebelumnya dia segar sekali, berbunga dan sudah banyak buahnya juga. Aku sudah merencanakan akan mengambil satu buahnya yang mentah utnuk kuolah menjadi permen pepaya.
Terkejut, ketika siang itu aku lihat pucuknya mendadak layu, aku kira karena cuaca ekstrim di Surabaya yang memang sangat panas pada akhir April lalu. Besoknya aku baru menyadari ternyata satu buah terbesarnya sudah jatuh. Kini, aku hanya menunggu dia roboh sendiri.
Tidak kalah terkejutnya adalah... ketika aku melihat reaksi orang-orang yang melihat pohon pepaya di tengah taman kecil itu mati secara mendadak. Ada yang mengamati dengan sangat amat sekali hehehe. Banyak pertanyaan disampaikan kepadaku dan aku tersenyum saja.
"Ya memang sudah saatnya mati, artinya sudah bukan menjadi rezekiku lagi." jawabku.
Surabaya, 11 Mei 2020
0 Comments