Pagi beku, aku berada di balkon sebuah ruangan. Kurasakan baju hangat yang katamu adalah rajutan tangan ibumu. Aku tertegun sesaat, kehangatan hadir dengan cepat karena baju ini, ketika sepasang tangan mengenakannya pada tubuhku. Kesadaranku, jatuh pada satu titik. Hatimu. Wajahmu. Dirimu. Kesadaran yang juga mengantarku berada di ruang ini.
Hari ini, rasanya baru dua hari aku bangun dari tidur panjangku. Semua orang di sini asing bagiku. Aku tak mengenalnya, lebih tepatnya aku tidak mengingatnya. Tetapi kenapa aku bisa mengingatmu? Ingat baju hangat pemberianmu? Bahkan ingat ceritamu tentang baju hangat ini?

Tapi, jangan bahagia dengan perkembanganku. Karena aku hanya mengingatmu dengan nama, IF. Ya...aku hanya ingat itu namamu, IF. Siapa nama lengkapmu? Apakah itu berarti aku memang tak ingat padamu? Entahlah, tapi kau begitu indah dalam memoryku yang tersisa. Kemarin, aku hanya bisa mengingat wajahmu, senyummu dan segala nasehatmu. IF. Aakupun hanya ingat tentang dua hari ini saja. Ketika mereka, orangorang  di ruang ini bertangisan bahagia memelukku. Mereka begitu perhatian padaku, lalu pagi ini aku dibawa ke balkon ruangan ini.
Aku mencarimu, tidak ada. Di mana kau, IF?


Ingin aku teriak memanggilmu, saat kuedarkan pandanganku, kulihat kau duduk di sudut ruangan dengan baju putihmu. Tapi kau sibuk dengan berbagai alat untuk menolong orang. Kau tak menengokku. Ah...bukankah itu baju kebesaranmu yang selalu kau banggakan padaku? Baju yang membuatmu merasa punya arti bagi banyak hati. Baju putih yang membuatku berdebar kala pertama kita bertemu di koridor kampus ternama itu. Baju putih yang mengantarku, mencintai duniamu yang indah. Dunia pengabdian pada sesama. Baju seorang dokter. Baju putih itu yang 'mendekatkan' kita IF. Masih ingatkah kau? Aku, masih ingat semua tentangmu!

"Ah...kemana kamu, IF? Mengapa tak menjemputku? Bawa aku pergi dari sini, aku ingin melihatmu memakai baju putih itu lagi. Saat kau dengan santun dan sabar tersenyum kepada semua jiwa yang lemah. Aku rindu IF... datanglah."
Ya Tuhan, ternyata aku masih bisa menangis? Aku merasakan air mataku jatuh.

IF, pagi ini aku masih memakai baju hangat pemberianmu. Aku masih ingat saat-saat kita saling menghebatkan diri. Saat semua orang yang mencintai kita berkacak pongah atas nama cinta memaksa kita menangis dalam sujud malam kita yang panjang, kau genggam tanganku kau dekap hati dan jiwaku. Saat kau diabaikan, aku ada dekat denganmu. Saat aku dicerca, kau ada dekat denganku. Saat semua perlu solusi, kita berdiskusi panjang untuk sebuah pemahaman indah untuk sebuah pemecahan bagi banyak orang. Walau kita disakiti, kita tetap bersama.

IF, mengapa hanya kebersamaan kita yang kuingat? Kemana orang-orang yang bersama kita waktu itu? Mereka yang katanya mencintai kita? IF, aku ingin selalu menghebatkan dirimu seperti harapanmu. Aku ingin selalu menjadi makmummu yang patuh padamu, yang senantiasa mengingatkanmu saat terlena. IF, mengapa kau lama menjemputku? Bukankah kau bukan golongan orang yang mudah mengabaikan janji? IF, aku ingat janji hatimu yang akan menjagaku. Aku sendiri saat ini IF.

"Oh tidak...mengapa kalian ambil baju hangatku pemberianmu, IF?" sepasang tangan merenggut paksa baju hangat yang kukenakan.
Mereka tersenyum dan mengganti bajuku dengan baju lain yang beraroma luka. Denting alat-alat operasi itu terdengar memainkan musik kematian di telingaku. Apakah kau ada di ruang ini? Ruang dimana aku akan merasakan dentingan alat itu? Ruang dimana aku menyadari kehambaanku? Ruang dimana aku tak lebih dari seonggok daging? Ya...aku yakin kau di dalam ruang ini.

RUANG OPERASI. Ah...mengapa aku harus masuk ruangan ini? Apa yang terjadi? Bukankah kau bukan ahli bedah, IF? Ya Allah...mereka membiusku IF, saat aku terbaring di ruang bengis ini. Aku masih melihat senyummu di sudut ruang operasi. Aku masih ingin bercerita dan bertanya padamu tentang semuanya. Kemana selama ini dirimu? Tapi, senyummu cukuplah bagiku untuk mengikuti mereka. Terima kasih kau ada di ruang ini untukku dan gelap membelengguku penuh.

IF, mereka mencincangku dan kau tetap duduk manis di sudut ruangan. IF, sakit sekali rasanya ketika alat-alat itu berdentingan. Aku hanya ingin berjalan bersamamu...menjejak tanah impian kita. Bukan di tempat ini IF, bukan bersama dentingan alat ini. Bukan denganmu yang terduduk di sudut ruangan dengan baju yang sama denganku. Aku ingin melihatmu dengan baju putih dan aku dengan pakaian warna kesukaanmu.

IF, aku lelah....dentingan alat itu, terlalu bising menghilangkan ingatanku. Aku hanya ingin tidur, IF. Tidur dalam dekapan TUHAN. Pasti indah ya, IF... :). IF, mengapa kau diam saja? Bicaralah...sekali saja aku ingin mendengar suaramu. Bukan dentingan alat-alat ini. Aku lelah, IF...aku lelah.

"Jangan tidur dulu Melati, ada tugasmu yang harus terselesaikan. Aku mencintaimu Melati, bidadari surga tengah menyiapkan taman melati untukmu. Aku tak sanggup menolak saat Tuhanku menuntunku meninggalkanmu. Karena Tuhan tersenyum padaku dan padamu, Melati. Aku lebih mencintai Tuhanku." bisikmu.

Aku bahagia mendengar bisikanmu, dan halus kudengar lantunan syukur berkumandang.

"Alhamdulillah operasi berhasil, pasien juga sudah sudah dalam kondisi stabil. Masa kritis terlewati. Siapa keluarganya yang namanya IF? Hanya nama itu yang selalu dipanggilnya selain dizikirnya yang mengalun terus dari mulutnya. Bersyukur, pasien cukup kuat dan saya baru mengalami kejadian seperti ini sekarang, ketika 95% kondisi pasien sudah tergantung mesin ternyata dia bisa melewati operasi ini." Sebuah suara yang begitu teduh kudengar.

Apa? Mereka membincangkan diriku? IF...benarkah? Aku tersenyum...tepat saat kulihat senyummu menyempurna di sudut ruangan yang putih. Aku bersorak saat kulihat kau telah mengenakan baju putihmu walaupun dengan model yang berbeda. Kau tersenyum dan menunjukkan sebuah kalender... melingkari dua tanggal berdekatan.Tanggal 10 dan 11.

"SELAMAT ULANG TAHUN MELATI, hari ini kau hidup lagi dengan tanggal lahir yang baru. Tanggal lahirmu 11 ya... yang 10 biar menjadi tanggal lahir hati lain yang dicintaiNya, dan kau memiliki tanggal lahirku, 11. 1011 indah kan, Melati?"

"IF...aku ingin 1011 adalah aku dan kamu."

Tepat saat aku selesai bicara, kau tertunduk wajah elokmu memucat, putih...hanya sinar purnama yang ada di langit ruangku. Ruang yang tiba-tiba penuh cahaya berkilauan.

(the end) 

*foto hasil googling




0 Comments