Pertengahan Maret 2020 aku harus "menghanguskan" tiket kereta eksekutif untuk perjalanan pergi pulang dari Surabaya Yogyakarta. Ada acara apa ke Yogya dan kenapa tiket harus dihanguskan? Perjalanan saat itu (seharusnya) aku hadir sebagai relawan Pengajar di Kelas Inspirasi Yogyakarta 8.  Perjalananku ke Yogyakarta sebelumnya pada bulan Juli 2019 dan tidak kurang dari 10 hari aku berada di sekitaran kota ini. Itu kali pertama aku merayakan Idul Fitri di luar kotaku dan tanpa bunda.  Lalu, pandemi terjadi, yang membuatku sejak Maret 2020 itu tidak bisa keluar kota Surabaya hampir 6 bulan. Setelahnya...perlahan aku bisa pulang ke Gresik karena efek pandemi yang berkepanjangan. Silaturahim mulai kulakukan dengan cara yang tentu berbeda dari sebelumnya, tapi tetap saja tidak jauh dari Surabaya Gresik dan sekitarnya saja. 
Hingga pada masa itu, Allah menghadirkan jodohku sehingga membuatku harus keluar dari kota Surabaya sekaligus kota kelahiranku, Gresik. Madiun adalah kota yang akhirnya kini menjadi tempat tinggalku, tercatat secara resmi sejak bulan April 2021. Namun aku menetap di kota pesilat ini sejak awal February 2021. Mobilitas terjadi dari Madiun, Surabaya dan Gresik hampir setiap bulan karena ada amanah di kantor yang tidak begitu saja bisa kutinggalkan setelah menikah. Ya, aku sekadar menjalani kehidupanku dengan bahagia saya, sepenuh syukur yang bisa kuhaturkan padaNya. 
Urip kuwi mung sakderma nglakoni apa kang dadi garise Gusti Allah SWT, maka aku harus nrima ing pandume Gusti Allah SWT saja

Kehidupan di Madiun tentu sangat berbeda dengan kehidupanku sebelumnya di kota metropolitan Surabaya. Ada banyak hal yang tentunya aku syukuri. Situasi pandemi seperti ini, ketika Allah meletakkanku di Madiun saat ini tentu adalah anugerah nikmat yang luar biasa. Nikmat yang tak henti aku syukuri. Alam madiun yang menurutku masih jauh lebih segar dibandingkan kota Surabaya, banyak persawahan bahkan hutan setiap saat bisa memanjakan pandangan mata dan hatiku. Semua itu hadirkan kedamaian tersendiri dalam situasi pandemi yang masih berkepanjangan ini. Aku berharap dan tentu semuanya, bahwa kita semua ini bisa melewati apa yang terjadi saat ini secara baik dalam keberkahanNya. 

Di Madiun, aku masih bisa keluar rumah dan jalan-jalan, kalau tidak bisa dibilang rekreasi. Menghirup udara sejuk pegunungan, melintasi kelokan jalanan di pegunungan. Menaiki pegunungan dan menyusuri lembah, bertemu tumbuhan liar dan masyarakat setempat yang bagiku selalu memiliki mata kejora. Aku selalu suka melihat dan bertemu dengan orang-orang baru seperti mereka. Di wajah mereka aku banyak membaca bagaimana memandang hidup ini dengan penuh suka cita. Seperti halnya mengapa aku memilih menjadi relawan di Kelas Inspirasi, karena setiap bertemu anak-anak di daerah terpencil itu selalu kulihat mata mereka yang kejora. Ada banyak asa di sana, ada banyak doa kusematkan untuk mereka, masa depan mereka, keluarga mereka dan tentu untuk Indonesia kelak. Pun ketika aku jalan-jalan setelah tinggal di madiun ini. Bertemu orang desa dan sekali lagi aku banyak mendapat pelajaran berharga dalam melembutkan hatiku, rasaku dan tentu meningkatkan rasa syukurku padaNya. Aku selalu diingatkan untuk menjadi manusia yang selalu bisa memanusiakan manusia, pun menjadi seorang hamba yang tidak ada daya dan kekuatan selain atas kehendakNya semata. Melihat mereka aku tahu bahwa menjadi sederhana itu tidak semudah yang diucapkan, pun tidak sesulit yang dibayangkan jika hati kita ini benar-benar bisa memper-HATI-kan apa yang disuguhkan semesta. 

Selama di Madiun, ada banyak tempat 'wisata' telah kukunjungi. Perlu diingat...tempat wisata bagiku belum tentu menjadi tempat wisata bagimu ya...hehehe. Ada hal-hal tertentu yang membuat sudut pandang kita bisa berbeda dalam memandang "tempat wisata". Pandemi, membuat kami (aku dan suami) banyak kembali ke alam, itulah tempat wisata kami. Aku tidak pernah bosan menikmati aroma dedaunan hutan jati, aroma air sungai dengan terik matahari. Aroma padi menguning bahkan panen raya adalah satu melodi indah yang tidak gampang kita dapatkan nada awalnya. 

Selama ini, suami mengajakku mengeksplore beberapa daerah di kaki pegunungan Wilis dan tentunya kaki gunung Lawu. Di area kaki pegunungan Wilis, kami mengeksplore daerah kecamatan Gemarang dan Kare kabupaten Madiun. Jika ada yang mengetahui bagaimana kondisi daerah tersebut tentu bisa membayangkan apa yang ada. Entah mengapa aku tidak pernah bosan dengan aroma hutan, aroma sawah dan sungai. Terlebih senyum dan mata kejora masyarakatnya. Aku melihat ketulusan dan kesederhanaan berpadu sempurna. 

Lalu, minggu kedua September 2021 ini mendadak suami bilang; "Dek, aku sudah booking hotel sudah dibayar juga. Siapkan pakaian untuk menginap di Tawangmangu ya." ketika akan berangkat kerja. Aku yang masih santai setelah menyiapkan sarapan dan masak untuk makan siang, awalnya tidak percaya, bertanya memastikan. Ternyata benar, beliau menunjukkan bukti pembayaran tempat kami menginap nantinya. "Sehari saja, kan?" tanyaku untuk memastikan bekal/pakaian apa yang harus aku siapkan. Beliau mengiyakan, kemudian berangkat kerja. Setelah bersih diri aku menyiapkan beberapa hal sebagai bekal perjalanan kami di Tawangmangu. Aku selalu suka jika diajak jalan ke daerah pegunungan. Pakaian, obat, buah untuk sarapan dan segala perlengkapan bepergian sudah aku siapkan jauh sebelum beliau pulang sekitar jam sebelas siang. 

"Memang mau ke tempat wisata mana? Ada yang buka? Tawangmangu level berapa? Memang bisa kita nginap di sana?" masih banyak pertanyaanku ketika beliau datang. Suamiku hanya tersenyum dan bilang; "InsyaAllah gakpapa kita nginap di hotel. Ini bukan akhir pekan juga tidak akan ramai, tidak akan ada kerumunan. Kita jalan-jalan saja sekitar Tawangmangu kan kamu suka daerah seperti itu. Tidak harus masuk tempat wisata kan? Hotelnya depan Grojokan Sewu dan tempat wisata lain, kalau kamu mau masuk ya kita ke sana." jelasnya. Aku tersenyum, "Siap, kita lihat nanti apa yang baik saja." 

Ya, tidak ada persiapan berlebih selain menyiram kembali semua tanaman kami walaupun kami hanya berencana pergi selama sehari saja. Mencabut saluran LPG, saluran listrik yang terhubung ke TV dan komputer serta peralatan elektronic lainnya kecuali lemari pendingin (kulkas). Akhirnya siang itu kami meninggalkan rumah menuju Tawangmangu. Aku membawa makanan yang sudah aku masak sejak pagi sebagai bekal perjalanan kami. Aku pergi dengan kondisi dapur bersih dan tentu keseluruhan rumah dalam kondisi rapih dan bersih juga. 

Perjalanan siang yang cukup lengang, ketika kami memasuki wilayah Magetan. Nun jauh di sana tampak gunung Lawu memamerkan kecantikannya dengan tudung awan di puncaknya. Saat memasuki  area Telaga Sarangan yang cukup sepi, kami berhenti sejenak untuk makan siang bekal yang kami bawa dari rumah. Warung-warung di sepanjang jalan wilayah ini tutup dan kami singgah di salah satu tempat yang terbuka. Ternyata kami bisa melihat telaga sarangan karena tepat di atasnya. Benar-benar sepi, karena waktu itu Magetan masih level 4 sehingga semua tempat wisata ditutup, termasuk tidak bisa masuk ke kota Magetan. Ya, sejak awal September kondisi Madiun yang sejak awal pandemi berkepanjangan selalu merah justru sudah membaik dibanding wilayah sekitarnya yang masih merah. 

Selesai makan siang dan rehat sejenak, kami melanjutkan perjalanan dengan santai. Bukankah kami memang ingin bersantai ke Tawangmangu? Mengamati lokasi-lokasi wisata yang kami lewati sepanjang perjalanan. Ada yang pernah kami harapkan suatu saat bisa berkunjung ke tempat tersebut bersama keluarga, sudah mulai ada aktifitas. Mendekati Cemoro Kandang, juga sudah tampak ramai. Tampak beberapa orang sedang menikmati makanan atau minuman di cafe yang kami temui sepanjang jalan. Aku melihat penjual buah strowberry di sepanjang jalan selepas cemoro kandang. Kami memutuskan untuk membelinya sebagai tambahan bekal untuk sarapan besok pagi. 

Cafe dan tempat wisata sepanjang jalan menuju Tawangmangu memang sudah menampakkan aktifitasnya walaupun belum kembali seperti sedia kala. Setiddaknya kondisi itu menjadi pertanda baik bahwa semua akan segera membaik dengan tetap menjaga diri dan sekitar kita agar tidak ada lagi penyebaran virus. Prokes harus dilakukan, terlebih bagi diri sendiri dan orang terdekat kita. 

Hawa sejuk pegunungan sudah kurasakan sejak memasuki wilayah Magetan. Di Tawangmangu kami disambut mendung, sehingga perjalanan kami tidak banyak terpapar matahari. Kami sampai hotel dan bisa langsung chek ini. Suami yang memilih tempat menginap kami melalui aplikasi si Merah yang cukup murah. Terpenting review tentang tempat ini cukup bagus, bersih dengan pengelolah yang ramah, adalah hal yang harus diperhatikan. Aku cukup percaya kepada suami untuk urusan hal seperti ini. Sangat bersyukur, Allah mempertemukan aku dengan beliau yang cukup tahu perkembangan alat komunikasi dan informasi secara digital. 

Kesan pertama saat memasuki area hotel, memang cukup bersih. Mungkin bukan akhir pekan, suasana tampak lengang banget. Kami mendapat kamar di pojok dekat tangga menuju balkon atas tempat untuk santai. Ya, untuk harga yang kami bayar dengan fasilitas yang diberikan tentu setara. Semua yang ada di kamar berfungsi dengan baik. Kamar mandi dengan air hangat, meja, lemari, televisi juga tempat tidur semua setara dengan yang kami bayar. Pelayan yang mengantar kami juga cukup ramah. Ada cafe di dalam hotel yang berada di lantai dasar, sehingga pengunjung bisa memesan makanan atau minuman. Bahkan dari daftar harga yang kami baca...semua cukup murah, untuk standart hotel di tempat wisata. Kebetulan hotel yang kami tempati memang dekat sekali dengan wisata Grojokan Sewu dan Bale Kambang. Banyak juga sih tempat wisata yang tidak jauh dari tempat kami. 

Setelah bersih diri dan sholat, kami keluar menikmati udara sekitaran Tawangmangu. Ya, pokoknya jalan saja sih... Menyusuri jalanan Tawangmangu di siang menjelang sore, ternyata disambut gerimis. Kaget saja karena di Madiun dan Jawa Timur pada umumnya belum ada turun hujan, yang membuat suami memutuskan tidak membawa jas hujan. Suka-suka saja kami menyusuri jalanan, melihat kampung molen, pasar wisata Tawangmangu hingga ke Matesih. Sempat melihat gerbang Grojokan Sewu yang hari itu belum buka dan hanya dibuka hari Sabu dan Minggu. Ke area wisata Bale Kambang yang sudah dibuka, ada beberapa keluarga yang antri di pembelian tiket masuk. Tapi rasanya kami tidak akan memasuki tempat itu dan memilih menyusuri jalanan saja. Kami melihat petani panen wortel, bawang dan lainnya. Mau ke Astana Giribangun yang memang ada di Matesih ternyata gerimisnya semakin banyak temannya. Kami memutuskan kembali ke hotel karena tidak membawa jas hujan. Sesampai di hotel ternyata hujan reda. Ya istirahat saja menikmati senja di balkon sambil menikmati makanan yang kami bawa. 
Malam hari kami baru keluar untuk membeli makan malam bakmi godok dan molen  di kampung molen yang kami lihat siang tadi. Tempat makan yang banyak review baik masih banyak yang tutup malam itu, sehingga kami asal belok saja ke tempat penjual bakmi. Setelah makan, kami lihat review tempat makan itu ternyata memang tidak terlalu bagus dan sepertinya memang begitu adanya. Harga tidak sebanding dengan rasa yang jauh dari harapan. Untuk molen, ternyata ukurannya mini, kalau di Surabaya ini kategori jajanan anak-anak dengan aneka rasa. Setelahnya kami langsung kembali ke hotel menikmati teh hangat di balkon lagi hingga waktu istirahat tiba. 

 Pagi, setelah kami sholat subuh aku baru merasakan dingin yang berlebih ketika harus sholat di musholla hotel di lantai bawah yang konsep musholahnya terbuka. Angin pegunungan berembus cukup kencang dan memaksaku segera kembali ke kamar. Secara umum, saat menginap itu tidak terlalu dingin, mungkin karena hujan yang terjadi sesiangan dan menjelang malam. Setelah sarapan buah yang kami bawa dari rumah, suami mengajak keluar untuk olahraga katanya. Kami benar-benar jalan kaki keluar dari hotel dengan mengenakan sepatu yang nyaman. 
MasyaAllah udara pegungungan yang sejuk dan sangat segar bisa kurasakan. Pagi masih lengang ketika kami berjalan menuju area wisata sekadar ingin tahu saja. Kembali ke gerbang Grojokan Sewu dan seperti kemarin siang aku kembali bertemu banyak monyet berkeliaran. Kemarin diingatkan agar hati-hati dengan monyet yang berkeliaran itu karena bisa saja mereka merebut apa yang kita pegang. Entah makanan atau apa saya yang ada di tas, bahkan handphone. Cukup khawatir saja, aku tidak terlalu berani untuk mendekat dan memilih menghindari lokasi itu. 

Suami mengajak menyusuri jalan perkampungan, sehingga bisa bertegur sapa dengan penduduk setempat. Rencana kami ke pasar wisata Tawangmangu yang sehari sebelumnya sudah kami tahu lokasinya. Pagi itu kami ingin berjalan menuju tempat itu sekaligus membeli sarapan yang lebih berat. Kami sudah makan buah untuk sarapan ekslusif kami sebelumnya. Beberapa kali bertanya kepada penduduk jalan menuju pasar, dan beberapa kali kami diarahkan untuk jalan yang lebih dekat. 

Aku sudah mulai capek karena sudah cukup lama tidak jalan sejauh ini dengan medan yang naik turun seperti di daerah Tawangmangu ini. Akhirnya kami sampai di pasar, mengelilingi pasar wisata tersebut. Sejenak mengambil video dan mengamati area dalam pasar yang mulai ramai. Tidak ada tempat makan yang menarik, kami kembali ke jalanan awal yang kami lewati. Aku berkeras untuk minta lewat jalan utama (jalan raya) karena tidak terlalu naik turun atau cukup landai. Kami akhirnya makan di sebuah warung kecil (sepertinya warung bongkar pasang). Mengapa makan di tempat itu? Menarik!!! itu satu-satunya alasan kami akhirnya duduk di sana. Apakah yang menarik? Ada bubur dipecelin! Hehehe. Gimana maksudnya? 

Ya selama di Madiun yang namanya nasi pecel itu adalah makanan segala suasana. Mau sarapan, makan siang bahkan makan malam nemunya bisa sama saja yaitu NASI PECEL. Jadi kalau nyari nasi pecel di kota Madiun sepanjang hari juga ada. Nasi ditambah aneka sayuran, tempe goreng/mendoan dan bumbu pecel tentunya. Jika ada tambahan lauk itu opsional atau selera masing masing orang. Nah....ini yang dikasih bumbu pecel itu bubur! Jadi benar kan, bubur dipecelin! Ya sama kayak nasi pecel sih, tapi nasinya diganti bubur. Sayurannya juga sama kayak untuk nasi pecel. Akhirnya kami pesan dua porsi makanan yang berbeda. Satu bubur pecel dan satunya nasi lodeh. MasyaAllah porsinya banyak banget. Untungnya aku sudah minta buburnya sedikit saja, karena sekadar ingin tahu rasanya. Kami sibuk dengan apa yang ada, menikmati moment indah itu tanpa ingat lagi untuk memotretnya. Lain waktu deh...mungkin kami akan kembali lagi ke tempat itu. Lebih mengejutkan lagi...dua porsi makan pagi kami itu, kami hanya diminta uang sebesar 9 ribu rupiah. Sangat murah untuk ukuran daerah wisata. 

Kembali ke hotel aku memaksa suami untuk lewat jalan raya, tidak lagi melewati rute ketika kami berangkat ke pasar wisata. Sungguh saat itulah aku merasakan efek kurangnya kami jalan-jalan pagi beberapa waktu terakhir. Jadi ketika melintasi jalanan di Tawangmangu ini, kakiku terasa berat dan yang agak mengkhawatirkan adalah aku tidak bisa jalan cepat. Gampang ngos-ngosan saudara! Kapok deh...harus rajin olahraga lagi! Karena jalannya pelan-pelan saja, kami sampai di hotel sudah menjelang jam 10 pagi. Untungnya mendung, jadi sejuk-sejuk saja walaupun tidak bisa dipungkiri perjalanan pagi itu banyak membakar kalori. Sepertinya sih kami jalan tidak kurang dari 5km. 

Nyantai sesaat sebelum bersih diri, karena rencananya sekalian kami akan chekout dan mau jalan-jalan sekitaran Tawangmangu lagi sebelum pulang ke Madiun. Saat masih santai, mendadak suami bilang,"Kita turun ke Yogya sekalian saja ya, kalau kamu tidak capek." Aku yang tengah rebahan memainkan HP, kaget luar biasa. "Hah? Mas yang nyetir apa ndak capek? Kita mau kemana kalau ke Yogya? Memang berapa lama perjalanannya?" Suamiku menjawab semua pertanyaanku dengan baik. Akhirnya aku nyerah dan mengikuti kemauannya. 

Segera aku menghubungi dua teman yang sekaligus saudaraku di Yogya. Alhamdulillah mereka sedang berada di Yogya, yang artinya kami bisa berkunjung ke sana. Seperti mimpi, bahwa aku akan ke Yogyakarta setelah dua tahun lebih tidak bisa menginjakkan kakiku di sana. Sambil berbenah diam-diam aku menderas syukur pada Sang Maha Cinta atas segala anugerah baik yang diberikaNya padaku. Diberikan sosok suami sederhana yang baik padaku, memahami sisi-sisi lain diriku dengan baik. Sosok yang kadang lebih "random" dariku. Ya, tidak banyak orang yang memahami sisi randomku karena terlipat rapi dalam ketegasan yang selama ini lekat padaku. Terlebih beliau adalah sosok yang sangat mendukung jalan 'silaturahim' yang selama ini kupilih. 


Siang itu kami benar-benar melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta setelah memikirkan semua dengan baik. Kondisi tanaman di rumah, karena Madiun sudah hujan (kami diberi kabar oleh keluarga) tidak membuat kami khawatir tanaman akan kekeringan. Tugas suami dan juga tugas kerjaku juga tidak ada terlalu penting dan semua bisa kami handle secara online jika memang diperlukan. Ada agenda yang ternyata bisa diundur tanpa ada hal yang merepotkan. Alhamdulillah...aku menengok dompetku, bahwa ATM tidak tertinggal di rumah. Itu hal penting, saudara!!!!
"Ini pertama kalinya aku melakukan perjalanan dengan bekal satu ransel!" ujarku pada suami yang disambut senyum lebarnya. MasyaAllah...perjalanan selanjutnya menuju Yogya banyak diberiNya kejutan-kejutan indah. Apa saja? 

Dilanjutkan besok ya....


"Dengan memilih berterima kasih (bersyukur) berarti kita memilih satu aspek kemurahan Tuhan, dimana kita fokus kepadaNya. Hal ini bertujuan untuk menghubungkan diri dengan sebuah visi hidup yang lebih tinggi." (Depak C)


0 Comments