R.A. Kartini merupakan salah satu inspirator perempuan Indonesia dan perjuangannya akan terus diperbincangkan. Saat berseragam merah putih aku selalu ikut memperingati kelahirannya dengan suka cita. Menyanyikan lagu yang menyanjungnya dengan bahagia.

Ibu kita Kartini/ Putri sejati/ Putri Indonesia/ Harum namanya...

        Ada semangat yang diam-diam menyusup, mengendap di alam bawah sadarku. “Aku ingin seperti R.A. Kartini” Terpahat satu mimpi gadis kecil dengan segala keterbatasannya. Kumulai mimpi itu. 
“Nanti kamu kuliah di jurusan apa?”
“Arsitek.” jawabku yakin.
“Wah, kamu akan jadi gadis tomboy yang cuek dan hanya berteman kertas kalkir,”
“Aku ingin menjadi muslimah yang mandiri dan seorang arsitek.”
**
.

Foto koleksi pribadi: Saat peninjauan lokasi proyek di Lamongan

      Aku baru sadar, ternyata sejak menjadi karyawan di sini aku sudah berkubang dengan dunia tehnik sipil dan arsitek. Dunia yang pernah kuimpikan! Setelah menjadi kepala kantor, aku menjadi ‘komandan’ bagi para ahli arsitek. Allah menjawab doaku secara tunai. Aku tidak diizinkan menjadi arsitek, tetapi diizinkan menjadi komandan bagi para arsitek. 
 **
Apakah perjalanan karierku kulalui dengan mudah? 
Di awal mendampingi pimpinan, kehadiranku dipandang sebelah mata oleh  pimpinan perusahaan lain. Mereka ditemani sekretaris yang rata-rata cantik. 
Saat itu e-proc merupakan barang baru. Sedikit orang memiliki skill itu. Seminggu sebelumnya, aku dinyatakan lulus sebagai salah satu peserta terbaik pelatihan e-proc Pemkot Surabaya yang dikenal sebagai pioneer pelaksanaan e-proc
Beberapa pimpinan dari perusahaan lain berbincang menggunakan bahasa daerah dengan pimpinanku. Mereka pikir aku tidak mengerti.
“Mana sekretarismu? Katanya akan mengenalkan dengan orang yang menguasai e-proc? Kenapa ada perempuan itu?” 
Pakaian yang kukenakan berbanding terbalik dengan para sekretaris cantik itu. Aku mengenakan kerudung kusembunyikan dalam blaser, rapih. Aku ingin menjadi diriku sendiri.
“Dia ini bukan sekretaris saya.” Semua memandangku tidak nyaman. Pimpinanku melanjutkan. “Tapi dia orang kepercayaan saya. Dia akan mengajari kalian tentang e-proc.” Wajah-wajah yang tadinya meremehkan, memucat. Giliran aku tersenyum mengangguk sebagai  isyarat menyapa mereka.
Aku semakin hormat kepada pimpinanku, kepada laki-laki yang bisa meletakkan perempuan secara tepat sesuai kemampuannya. Laki-laki yang tidak malu mengatakan kelebihan perempuan di depan mereka yang meremehkan.
Forum itu akhirnya menunjukkan siapa yang bermulut besar. Siapa yang hanya cantik fisik kepala kosong. Siapa yang cerdas tapi tidak perlu pamer kecantikan. Siapa yang disebut sekretaris dan tahu apa fungsi sekretaris. Atau mereka yang hanya dipakai sebagai pelengkap pemandangan.




Foto koleksi pribadi: Saat pelantikan sebagai Ketua Umum BPP GABPEKSI JATIM
Banyak  tantangan kuhadapi. Dunia konstruksi dikenal sebagai bisnis "belepotan", kotor. Tidak sedikit pelaku usaha dunia kosntruksi yang memang berperilaku seperti itu, walaupun banyak yang sebaliknya.
Kepala kantor adalah posisi terakhirku sebelum satu kejadian mengubah semuanya. Posisi itu diminati banyak orang, dan membuat bertambah orang yang tidak menyukaiku. Posisi dengan tantangan besar.
Kulakukan pengembangan system untuk memberikan layanan terbaik.  Saat itu e-proc mulai dijalankan. Aku ingin memberikan pembinaan. Pelatihan e-proc kupilih karena dibutuhkan pengusaha konstruksi mengikuti tender.
Banyak orang merasa tersingkir dari lingkaran kekuasaan pimpinan. Aku dianggap penghalang. Pimpinanku tipe orang baik yang mudah percaya ke orang lain. Semua orang baginya orang baik. Tapi begitu mengalami kekecewaan dengan orang, kemarahannya melebihi apapun yang tidak pantas dilakukan seorang pemimpin.
Pada tahun kedua posisiku sebagai kepala kantor, pimpinan kenal orang-orang baru dan dimasukkan dalam lingkarannya. Ternyata perlahan orang-orang baru ini membawa kembali orang-orang lama yang telah memiliki "cacat moral" di kantor.
Aku berpikir pimpinan akan menolak kehadiran orang lama itu. Dugaanku salah, justru pimpinan memintaku memberi tempat khusus pada mereka. Tentu aku protes. Sekali lagi aku tidak menduga dengan apa yang disampaikan pimpinan.
“Mbak, kita beri kesempatan lagi. Kita harus memaafkan kesalahannya. Tuhan saja maha pemaaf, masa kita, tidak?” ucapnya.
“Pak, saya bukan tidak memaafkan. Tapi mereka punya cacat moral. Orang-orang seperti ini jika diberi kesempatan akan jatuh lagi kepada kondisi serupa. Bapak siap dengan konsekuensinya?" Pimpinan menerima mereka. 
Aku tetap bekerja secara professional, memegang aturan yang ada.  Pola hubungan karyawan dan atasan yang tidak mudah kubangun dalam nuansa "kekeluargaan" begitu cepat dihancurkan mereka yang datang itu.  Aku menyerah, ketika target yang menjadi tanggung jawab mereka tidak selesai. Pimpinan semakin lupa diri bersama meraka. Ya, aku perempuan yang tidak mungkin mendampingi pimpinan setiap saat.
Bagaimana perasaan kalian, jika kalian adalah kepala kantor, kemudian pimpinan mengadakan rapat tanpa kalian tahu? Aku tidak tahu ketika semua karyawan menyiapkan laporan. Kantor kosong saat aku datang. Semua karyawan meeting di rumah pimpinan.
Saat itu aku sadar, keberdaanku sudah tidak diperlukan. Aku menyiapkan laporan pertanggung jawaban. Kebetulan saat itu menjelang akhir tahun, tepat untuk menepi, resign. Jika prinsipku tidak lagi dihargai di tempat ini, aku yakin di tempat lain masih bisa berkarya.
“Saya mundur, Pak. Bapak memiliki orang-orang hebat yang bisa membawa kantor dan juga perusahaan bapak lebih maju. Semua system sudah berjalan dengan baik, tinggal SDMnya harus berkualitas. Ibarat player musik, bapak tinggal tekan play maka musik  terdengar. Demikian juga dengan system ini, bapak tinggal mengambil keuntungan asal dijalankan oleh orang yang jujur.”
Koleksi pribadi: Menghadiri acara Cabang
Pengajuan resign diterima. Aku tidak diinginkan. Saat penyampaian laporan, aku dicurigai dan "ditelanjangi". Laptop pribadiku dibuka  di LCD kantor di depan seluruh karyawan. Setiap file dibuka takut aku mengambil data kantor. Bisa merasakan bagaimana perasaanku saat itu? 
“Mbak, kita karaoke dulu donk, syukuran karena mbak resign.” tawa mereka. Merekalah orang-orang yang pernah memilki cacat moral dan akhirnya menggantikan posisiku.
Koleksi pribadi: Dalam sebuah Seminar UU Jakon
Dua tahun berlalu
“Mbak saya mau bertemu. Posisi di mana? Surabaya?"
“Ada apa, Pak? Kebetulan besok saya mengisi pelatihan manajemen di Surabaya. “
Kami bertemu. Beliau berbagi kabar, kemudian banyak hal yang beliau sampaikan tentang kantor yang dua tahun lalu aku tinggalkan. Kantor yang kubangun dengan sepenuh tangggung jawab waktu itu. 
 “Saya minta Mbak datang sebagai kosultan manajemen. Kondisi kantor asosiasi saya berantakan. Tolong, benahilah,“
“Berantakan maksudnya gimana, Pak?”
“Orang-orang yang saya percaya telah menghianati saya. Mereka bermain di kantor saya, mengambil sebanyak-banyaknya dari kantor saya. Laporan tidak pernah jelas.”
Ketakutanku sekian tahun lalu, terjadi.  Tapi aku enggan berurusan dengan orang-orang itu. Energy negative mereka sangat tidak nyaman.
“Tolonglah, Mbak. Berapa yang Mbak minta. Butuh waktu 3 bulan. Benahi manajemen kantor asosiasi.”  
Hari itu aku datang. Keadaan menunjukkan kondisi kantor tidak beres, ketika aku meminta data yang kuperlukan untuk observasi awal. Jika sistem berjalan dengan baik, aku tidak membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk meminta data. Penyelewengan terjadi pada data base dan keuangan. Untuk mengetahui hal mendasar itu sangat mudah menemukan indikatornya. Kusampaikan temuanku.
"Mbak jangan sembarangan, mana mungkin mereka mengkhianati saya?" teriaknya. 
"Itulah hasil temuan awal. Saya temukan dalam 15 menit setelah data saya terima. Siapa kepala keuangan dan kepala kantor saat ini, Pak?" 
Beliau menyebut dua nama, yang pernah berpesta saat aku resign dan pernah memilki cacat moral terhadap perusahaan. Aku kasihan kepada mantan pimpinanku. Beliau dikhianati lagi oleh mereka 
Peristiwa itu berhasil "membongkar" berbagai kajahatan lainnya. Tapi untuk kepala kantor dan keuangan, pimpinan tidak mau mengambil langkah hukum atas kerugian yang terjadi. 
"Saya juga salah, Mbak. Mereka melakukan ini karena saya terlalu percaya." 
Setelah terbongkar kebusukan di kantor asosiasi, meluas di kantor perusahaan (PT). Pimpinan proyek melakukan penggelapan dana proyek. Kerugian mencapai 15 Milyar. Proyek mangkrak, gagal. Perusahaan diblack list oleh pemerintah. Karyawan dirumahkan. Aset perusahaan disita. Semua kembali ke titik nol. 
Saat kondisi itu terjadi, tepat aku menyelesaikan kontrakku sebagai konsultan.
"Tolonglah, Mbak. Kelolah kembali kantor asosiasi, hanya itu yang bisa diselamatkan jika Mbak mau membantu saya dari keterpurukan ini." 

Peristiwa itulah yang membawaku "kembali" menjadi bagian dari kantor yang saat ini kupimpin dengan kondisi sangat buruk. Seperti mendirikan perusahaan baru, aku memulai dari nol. Akibat perbuatan orang-orang lama terus menghantui perjalanan di kantor yang kupimpin. Kubuat aturan untuk membungkam siapapun yang datang minta pertanggung jawaban atas perbuatan karyawan sebelumnya. Ketegasan itu seringkali diperlukan, jangan berpikir karena kita perempuan maka harus selalu lemah menghadapi persoalan
Koleksi pribadi: Hadir pada Workshop LPSE sebagai bentuk Pemberdayaan Anggota
Aku menentukan orang terbaik yang tersisa dengan segala lebih kurangnya. Mereka kuajak bicara dengan pendekatan personal tentang keadaan kantor. Sebenarnya kantor sudah bangkrut. Kuberikan penjelasan tentang baik buruknya, aku tidak pernah berpikir mereka  bawahanku yang harus tunduk dengan aturan mainku. Mereka adalah partner kerjaku, tanpa mereka aku tidak punya arti. 
Aku memilih anak-anak muda yang masih cukup waras untuk berpikir rasional. Mereka punya impian dan mau diajak bekerja keras secara cerdas. Team itu akhirnya menjadi "keluarga". 
Aku memiliki keluarga baru, bersinergi memajukan roda asosiasi yang baru dihancurkan. Mengembalikan kepercayaan itu bukan pekerjaan mudah. Komunikasi, meyakinkan mereka. Kami berikan layanan terbaik, secara profesinal. Pelatihan demi pelatihan membuat teamku  mandiri.
Akhirnya, kerja keras yang dalam pelaksanaanya kucoba untuk selalu "waras" itu, membawa perubahan baik, walaupun masih jauh dari stabil. Perjalanan panjang ini masih terus berlangsung.
Aku sering terdiam bersyukur, dimampukan Tuhan melewati semua. Banyak pujian tentang semangat,  ketulusan, keteguhan dan kebaranian yang kulakukan. Sungguh jauh diri ini disebut sebagai perempuan juara bagi semesta. 
Setiap menghadapi persoalan di dunia kerja dengan kapasitasku saat ini, ketika aku bisa mengambil tindakan keras tanpa belas kasih, aku masih bisa melihat lebih dalam ke titik nuraniku. Kesetaraan itu bukan pada saat saling menjatuhkan, justru saat jiwa kita saling memahami arti tanggung jawab. Kemarahan dan kebanggan diri hanya membuatku menjadi pecundang. Aku ingin menjadi perempuan juara yang memenangkan pertarungan batinku terhadap segala wajah keegoisan. 
Akhirnya aku ingin bilang kepada kaum laki-laki: "Aku bisa sebaja dirimu, Kang."  

*Foto-foto yang kusertakan itu kegiatanku setelah aku "kembali" diberi kepercayaan. 




0 Comments