Teman dan saudaraku....

Surabayaku, Surabayamu, Surabaya kita tengah berduka. 

Jangan terpengaruh/terpancing oleh viralnya berita yang SENGAJA diviralkan oleh teroris dan simpatisannya.

Kita sibuk mulai mencari kambing hitam atas peledakan yang terjadi di berbagai wilayah Surabaya, padahal mereka masih akan melakukan aksi berikutnya.

Lihatlah berapa banyak dari kita saling "menghina" sesamanya, karena beda sudut pandang melihat kondisi ini. Sesekali coba bertukar sudut pandang agar kita sama-sama merenung, memahami semuanya dengan jernih tanpa saling menjatuhkan/merasa dijatuhkan, menuduh/merasa dituduh. 

Kita sama-sama terluka, berduka karena ulah manusia-manusia tidak punya nurani itu.

Mereka akan terus mencari-cari kelemahan aparatur negara untuk diviralkan untuk melemahkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah (bahkan bisa pada kedaulatan negara kita ini). Kita semua tau, apa yang terjadi jika kondisi ini berhasil diciptakan oleh mereka. Lalu, apakah kita juga ikut-ikutan melakukan hal serupa dengan "menghujat" pemerintahan kita saat ini? Bukan saatnya lagi untuk seperti itu, Kawan. 

Saatnya sekarang semua pihak lebih waspada terhadap aksi teror di lapangan atau provokasi teror via media on line atau siaran televisi yang didramatisir berulang ulang dengan narasi reporter yang menunjukkan kekhawatiran dan ketakutan.

Kita boleh punya rasa takut, tapi untuk melawan kepongahan teroris ini kita tidak perlu takut. Ketakutan kita adalah keberhasilan mereka. 

Semua itulah yang diharapkan oleh terroris, karena tanpa kita sadari televisi dan media lainnya telah membantu terroris menyebarkan ketakutan.

(bahkan kita sendiri ikut-ikutan menyebarkan "kengerian" hasil kerja mereka--tolong jangan lakukan, kawan! Mereka tertawa puas melihat kita terluka, Kawan!)

Yang dibutuhkan sekarang adalah reporter, wartawan dan masyarakat harus ikut meredam dampak dari aksi tersebut. Berbagai analisa atau komentar di media memang sudah disiapkan oleh simpatisan terroris guna menimbulkan dampak yang luas dan akan dimanfaatkan untuk serangan aksi berikutnya. 

Lebih mengerikan lagi ketika orang-orang tanpa ilmu ikut berkomentar melakukan berbagai analisa tentang semua ini. Lalu kita yang orang awam ini, menelan begitu saja tanpa ada ilmu yang mendasarinya.

Ya, kita memang tidak pernah tau skenario apa dibalik semua peristiwa. Kemungkinan bisa saja terjadi. Tapi untuk tetap waras tentu kita tidak perlu ikut-ikutan mengeluarkan statment yang meresahkan masyarakat. Menganalisa segala sesuatu seolah kita ini ahlinya. Mari kita belajar dari berbagai peristiwa "menyedihkan" sebelumnya. Bahwa ada juga manusia yang sekadar ingin terkenal memanfaatkan kondisi runyam ini. Setelah terkenal? Ya sudah, mereka merasa puas. Itu saja yang diinginkan. Sedangkan kita yang termakan "analisa dan statment murahan" sudah terlanjur melakukan hal-hal tidak seharusnya dilakukan. 

(Akupun tidak bisa 100% melepaskan pikiranku dari semacam "tuduhan" ke berbagai pihak, tapi berusaha tidak komentar atau menyebut berbagai pihak yang muncul di benak semata agar tidak jatuh pada luka juga melukai orang lain karena ucapanku.)

Bijaksana dalam mengolah berita dan menyebarkan. Dipikir ulang sebelum mengucapkan, menuliskan atau menyebarkan. Lebih baik diam jika apa yang kita tulis atau ucapkan tidak membuat perubahan signifikan yang lebih baik. Setidaknya kita meredam.

Aku mendapat banyak BC di berbagai group yang kuikuti, bermacam warna komentar yang ada. Berbagai video dan link berita disebarkan dalam hitungan detik.

Bijaklah menelan informasi apalahi menyebarkannya. Jangan menyebarkan HOAX  karena ada Undang-undang yang mengaturnya jika kita tidak mau jatuh pada kondisi terburuk. Ketika jatuh pada kondisi ini, merengek, menangis minta maaf dan bilang tidak tau. Lalu sebelum dengan bangga mengatakan atau menyebarkan berita hoax kemana pikirannya? Ingatlah, segala niat baik harus didasari dari segala hal yang baik. 

Tapi tetap, Kawan...kondisi ini juga bukan untuk bercandaan. Coba sekali saja, dalam segala perbedaan sudut pandang ini (yang berpotensi melahirkan kebencian bahkan dendam tentu kekacauan) ya, sekali saja kita bertukar sudut pandang. Bagaimana jika yang terkena musibah itu keluargamu atau orang-orang yang kamu cintai. Atau membandingkan peristiwa satu dengan peristiwa lainnya. Aku selalu geleng kepala setiap melihat atau mendengar ada orang membandingkan kesedihan satu dengan kesedihan lainnya. Yang satu dianggap biasa yang lain dianggap berat karena ada orang-orang yang dekat dengannya. Mengapa kita lebih mudah bertindak tidak adil sejak dalam pikiran? Lalu dengan bangga menyampaikan secara lisan bahkan tindakan. 

Sesekali mungkin aku harus berposisi sebagai dirimu dan pada saat yang sama kamu berposisi sebagai aku. Cobalah...aku yakin kita akan menemukan hasil luar biasa. Kita tidak akan saling menyalahkan, menghujat bahkan menghina, karena kita hanya berada pada sudut pandang yang berbeda. 

Kita sama-sama melihat patung SURO lan BOYO. Aku melihat dari sisi Suro sedangkan kamu dari sisi Boyo. Apakah aku harus bersikukuh Boyo tidak kulihat, sedang kamu juga bersikukuh Suro tidak terlihat? Atau justru saling menghancurkan? Aku menghancurkan Boyo, sedangkan kamu menghandurkan Suro. Apakah begitu? Tidak, kan? Jika kita lakukan itu, kita akan sama-sama hancur dan kehilangan SUBOBOYO. Siapa yang menang? Ya mereka yang tidak punya nurani itu! Para teroris!!!

Mari, Kawan...kita tetap saling menjaga, bergandeng tangan dan tidak membiarkan mereka memecah belah semua yang telah kita bangun selama ini. 

Damai Surabayaku...
Dukaku, dukamu adalah duka kita. 
Lihatlah bayanganmu di bola mataku, dan aku juga akan melihat bayanganku di bola matamu. Artinya apa? Dalam dirimu ada aku, juga dalam diriku ada kamu. 

Mangapa saling menyakiti? 


Jazim Naira Chand 

*sebagian besar tulisan ini sudah saya posting di Plukme!

0 Comments