Ketika kau tak mampu menjadi seorang anak yang bisa dibanggakan orang tua,
(Tapi hati orang tuamu terlebih hati seorang ibu selalu mengatakan kau anak kebanggaannya)
Usah kau mencari berbagai alasan ini sekadar seremonial tanpa isi.
Yang tanpa isi itu kamu! Iya...kamu!
Kamu yang belum bisa berbuat apa-apa untuk ibumu,
Kamu yang tidak mengerti bagaimana membalas cinta ibumu
(Walau ibumu tak berharap balasanmu karena keluasan cintanya padamu)
Bukan tidak mengerti sih...tapi tidak bisa!
Sebentar, bukan tidak bisa sebenarnya, lebih tepatnya tidak mau!
Hatimu terlalu berkabut untuk sekadar bisa membuatnya tersenyum.


Alih-alih kau salahkan semua orang yang berusaha melakukan sesuatu yang berarti untuk ibu mereka.
Bukan mereka melakukan seremonial kosong, Saudara!
Kaulah yang kosong!
Ibu memang tak pernah menuntut balas budi dari kita anak-anaknya karena memang tidak akan pernah mampu kita membalas segala bentuk cintanya.
Masih bagus mereka yang bisa memberikan ibunya sesuatu secara material pada saat-saat tertentu ketika dia mampu.
(Aku yakin setiap ibu tidak menuntut materi dari anaknya, kalaupun ada itu pasti karena ada alasan terbaik)
Lha kamu?
Makan enak setiap hari di restoran-restoran mahal, bersama rekan-rekanmu.
Kau bisa memilih menu kesukaanmu kau bisa jalan-jalan kemana kau suka.
Tapi apakah disaat yang sama kau ingat ibumu?
Kau ingat? Jujurlah...apakah kau mengingatnya saat kau dengan bahagia menikmati makanan lezat nan mahal?
Saat kau merasa sudah cukup berarti dalam hidupmu kau lupakan ibumu yang tak pernah kering berdoa untukmu.

Lalu...hari ini?
Aku tahu memang tak pantas hari ibu diperingati hanya sehari ini, di 22 Desember ini.
Karena sejatinya setiap detik adalah taruhan nyawa ibu untuk anak-anaknya.
Lagu cinta yang tak akan habis digubah.
Syair kasih sayang yang tak akan selesai dibaca.

Ini hanya momentum saja!
Agar mereka yang lupa segera ingat
Mungkin termasuk dirimu!
Sebagai pengingat bahwa mereka, aku, kau dan kita semua harus kembali kepada ibu!
Bukan latah...tapi tuah cinta.
Karena jiwamu kerdil, sekali lagi kau anggap hari ini dongeng kosong.
Dirimulah dongeng kosong itu!
Taukah kau saat ini apa kesukaan ibumu?
Taukah kau apa yang saat ini dikeluhkan ibumu?
Taukah kau apa yang dipikirkannya saat ini?
Jika kau jauh dari ibumu, taukah kau apa yang tengah dilakukan saat ini?
Jika setiap harimu adalah hari ibu bagimu
Harusnya kau tau!
Pada pelataran mana jiwamu tergadai?
Pengetahuan masih diujung pena sudah berlagak menguasai satu buku!
Jika baru saat ini kau katakan hari ini seremonial semua, dongeng kosong
Sejenak tengok kedalaman hatimu
Benarkan teriakanmu?
Setiap hari adalah hari ibu? Sedang mana baktimu untuknya?
"Aku selalu berdoa untuknya!" jawabmu.
Benarkah? Semoga benar.

Ah...makanya hari ini harusnya kau sadar
Kembalilah pulang
Pulang ke hatimu
Bertanyalah di sana
Jujurlah...bahwa sesungguhnya kau belum sepenuhnya bisa berbuat baik untuk ibumu.
Kita saling mengingatkan.
Bukan mencerca bahwa semua ini seremonial semu, dongeng kosong tanpa isi.
Mari kita temukan hakekat cinta kita pada ibu
Kuntum-kuntum doa saja tak cukup dipersembahkan
Menjalin ukhuwah dengan saudara dan sahabat orang tua juga perlu ditata
Memberika penghidupan yang layakpun adalah keharusan yang harusnya kita upayakan, semampu kita.
Dan, pada saatnya kelak,
Lihatlah... apakah kau mampu menjadi 'ibu' bagi ibumu?

Aku temanu,
Yang tengah belajar menjadi ibu bagi ibuku.
(zero want)

Bunda,
Saat ini engkau memang ditakdirkan kurang begitu sehat, aku hanya berharap agar selalu bisa membuatmu tersenyum setiap saat dan Allah memberimu kesembuhan.
Semoga aku selalu dimampukan mendampingimu menjalani hari-hari tuamu dengan bahagia,
Walau sekadar memasak makanan sehat kesukaanmu, bercerita tentang perjalananku yang selalu hadirkan binar indah di matamu.
Sebuah energy positif luar biasa kuserap dari tatapan matamu dan senyummu saat kuceritakan pernik liku hidupku.
Kisah-kisah indah perjalananku selalu membuatmu mengucap syukur karena kau masih bisa mendengar semua kisahku.
Terlebih aku, Bunda.
Jejak kakiku di bumi Allah, semua karena kau selalu mendidikku menjadi pribadi mandiri yang tau diri.
Bunda sungguh tidak pernah mengajariku menjadi perempuan manja.
Kini,
Aku selalu berharap dalam sujud-sujud heningku kepadaNya, agar aku bisa mendampingimu dengan baik hingga akhir nanti.
Aku tidak akan pernah lelah walaupun setiap saat kau bertanya kembali tentang apa yang telah kuceritakan berulang kali kepadamu.
Aku tidak boleh menyerah, saat berbagai vonis tentang kesehatanmu dikumandangkan, karena aku yakin ada Allah bersamaku, bersama kita.
Bahkan mungkin aku tidak boleh menangis saat menghadapi kenyataan bahwa kau telah banyak melupakan apa yang telah kau ajarkan padaku.
"Dulu, Bunda yang mengajariku ini, Bunda masih ingat?"
"Masak sih dulu ibu mengajari itu?"
Atau...
"Jualan apa itu yang habis dhuhur, kok dengarnya mandrani?"tanyamu.
"Itu Roti-Roti, Bunda. Cuanbo, roti zaman dulu. Coba dengerin yang baik."
Lalu setiap hari kita tertawa bersama, untuk sebuah kata Mandrani yang kau yakini dalam pendengaranmu.
Dan masih banyak kisah harian yang selalu membuatku tersudut tak berdaya setiap melihat wajah tuamu yang lelap dalam tidur. Diam-diam kuperhatikan, ada sesak. Ternyata aku begitu takut kehilanganmu.
Bunda,
Engkau memang tak pernah menuntut materi tapi akulah yang harus tau diri...karena sering lalai
Bunda memang tak pernah mengeluh, tapi akulah yang harus tau diri...karena sering lalai
Bunda memang tak pernah meminta, tapi akulah yang harus tau diri...karena sering lalai
Bunda memang tak pernah lelah berdoa, dan kusadari aku sungguh tak tau diri...kadang lalai.
Setiap hari memang penuh cintamu bersama bapak
Mengantarku menjadi
Setiap saat akupun memohon maaf padamu atas banyak hal yang belum bisa kutunaikan
Apa salah jika aku memiliki waktu khusus untuk muhasabah atas bentuk ungkapan cintaku padamu?
Tidak harus hari ini, biarlah itu menjadi waktu kita
Aku terus berusaha setiap detik adalah harimu seperti napas cintaku kepadaNya dan kekasihNya.
Tak pernah cukup kata cintaku padamu untuk sedikit membalas cintamu kepadaku.

Sekali lagi terima kasih untuk kamu yang berhasil membuatku 'marah' di 22 Desember.
Aku bukan peri dongeng!
Aku bukan penggila seremonial semu!
Aku tak sepertimu
Kita beda
Itu saja.

#TheJourneyOfLove #MeditasiCinta #SpiritualJourney #tersenyum #bersyukur #bahagia #befine #selfreminder #bahagiayangmenyembuhkan #balance #ILoveYou #youAndme #ILoveYouBunda #hariIbu

*Sedikit tulisan ini pernah kutulis di facebook tahun 2017. 
*terima kasih untuk kamu yang berhasil membuatku 'marah' atas prasangkamu tentang hari ibu.


Bunda, terima kasih telah mengantarku MENJADI. 

1 Comments