PERLUKAH AKU HIJRAH?
Selamat tahun baru 1442 hijriah.
Ada banyak doa baik yang tentunya kita panjatkan kepada Allah SWT untuk diri, keluarga, saudara, bangsa dan dunia ini agar semakin baik dari segala sisi. Sebagai muslim tentu tahun baru bisa dijadikan salah satu momentum untuk 'HIJRAH'. Kali ini aku akan menulis tentang memaknai hijrah secara sederhana saja. Jadi perlu diingat ini bukan kajian tentang hijrah. Tulisan ini hanya tentang hijrah yang sangat kecil, sesuai dengan kebutuhan diri saat ini dan apa yang harus difokuskan. Hijrah pada kesadaran diri sebagai hamba dan manusia yang lebih baik, melalui perubahan-perubahan kecil yang tidak tampak istimewa.
Sebenarnya kapanpun kita harus selalu bisa 'hijrah' menjadi lebih baik. Tahun baru ini hanya sebagai momentum, karena kadang kita ini suka banget mencetak kenangan yang sesekali membuat kita tersadar pun tak sedikit yang justru melemah jika apa yang dianggap momentum itu tidak sesuai harapan. Sebagai hambaNya, tentu kita tidak bisa melepaskan diri dari keberserahan kepadaNya semata dalam segala sisi kehidupan. Termasuk momentum yang telah kita canangkan sendiri, dan sudah dijalankan dengan baik tetap belum berhasil. Ada campur tangan Allah di sana, yang harus selalu kita sadari. Kita seringkali melemah, tanpa sadar mengkerdilkan keberadaan yang Maha (nau'dzubillah...) atas apa yang telah kita upayakan, padahal sejatinya diri kita sendiri yang lemah. Terlebih, kita seringkali lupa...bahwa "apa yang baik menurutmu belum tentu itu baik menurutNya".
Ah...selalu menyadari itu tidak mudah, mbak Jazim! Ya...memang tidak mudah, karena sedari awal kita belum berserah padaNya. Jika sedari awal yang kita upayakan adalah bentuk penyerahan diri tentu sedari awal juga kita akan menyadari (atas petunjukNya) bahwa langkah kita belum sepenuhnya tepat. Atau justru kitalah yang 'mengatur' Tuhan. Merasa sudah memiliki kepandaian membuat rencana-rencana matang dan berhasil, lalu berseru dalam doa-doa khusu' "aku melakukan ini aku mau hasilnya begini Tuhan." Hey...siapa dirimu? Sadari kehambaanmu, bahwa keberhasilan-keberhasilanmu semata atas kuasaNya. Sebagai hamba kita hanya berusaha, melakukan yang terbaik dengan tidak keluar dari koridor yang diaturNya.
Nah, tulisan yang secara sadar kutulis untuk menandai momentum tahun baru ini (hehehe aku juga biasa membuat momentum kayaknya...) adalah sekali lagi agar kita kembali kepadaNya, kembali kepada diri sendiri. Yang terlalu lama pergi menyurusi jalanan kehidupan luar, cobalah tengok jalan pulang yang sunyi. Yang terlalu bernafsu mengejar sesuatu, tengoklah jalan prosesmu, apa sudah benar?
Ah...mbak Jazilah melemahkan donk? Sebagai muslim kita harus kuat dan kaya, Mbak! tidak melempem!
What? Apakah menurutmu dengan kembali kepada diri, kembali kepadaNya akan membuatmu lemah? Justru sebaliknya saudara! Aku hanya mengingatkan (lebih pada diriku sendiri)...justru seorang muslim itu sudah kaya, sudah kuat...jika yang menjadi sandarannya adalah Allah. Petunjuk yang digunakan setiap langkahnya adalah AlQuran dan Sunnah. Itulah yang aku maksud dengan jalan prosesmu proses kita, jalan pulangmu juga pulang kita. Mari kita bertanya pada diri sendiri, sejenak saja dan aku mengambil momentum tahun baru ini. Hijrah memang bisa dilakukan disetiap saat, setiap momentum dalam diri. Menjadi benar-benar bermakna hijrah adalah saat kita istiqomah dengan apa yang telah kita sebut hijrah itu.
Sedikit cerita tentang mengapa aku mendadak juga menulis tentang "hijrah" ini. Akhir-akhir ini aku menerima kabar (cukup banyak) tentang kondisi kesehatan yang memburuk dari orang-orang yang kukenal. Teman SMA, kuliah, kolega di dunia kerjaku atau keluarga dari mereka, bahkan teman-teman dunia maya yang cukup kukenal baik. Ah...aku tidak ingin menyebutkan sakit yang mereka alami, karena lagi-lagi aku melemah mengingat semua itu. Melihat perubahan fisik yang drastis dalam arti memburuk secara kasat mata, senyum yang sirna, anak-anak yang menangis, suami atau istri yang menjadi lusuh adalah 'luka' yang perih bagiku saat mengetahuinya. Informasi semua itulah yang membuatku menulis ini, sebagai pengingat diri. Ingin rasanya aku bisa menemui mereka semua, tapi kondisiku belum memungkinkan. Saat ini aku hanya bisa 'memeluk' mereka dalam doaku yang paling aamiin. Pun berharap aku masih diberiNya waktu bisa menjumpai mereka.
Lalu, hal sederhana apa saja sih sebenarnya yang bisa kita lakukan sebagai bentuk "hijrah"? Ada banyak sih...lihat saja aktifitas keseharian kita, yang berkaitan dengan diri kita sendiri. Tidak perlu berpikir terlalu jauh akan membuat orang lain 'hijrah'...ah itu terlalu panjang prosesnya. Membutuhkan banyak sumber daya. Jadi...mulai dari dirimu sendiri, sekarang!
Lihatlah aktifitas diri sejak bangun tidur hingga kembali istirahat. Ada hal apa yang ingin kita perbaiki? Misal yang sholat subuhnya biasanya bangun pas adzan, ditingkatkan lagi setengah jam saja sebelum adzan. Apa yang dilakukan? Kalau masih enggan sholat malam, ya bersiap diri saja untuk sholat subuh dengan menambah sholat sunnah, atau membaca AlQuran sembari menunggu adzan. Lalu perhatikan kembali kebiasaan setelah sholat subuh apa? Tidur donk, Mbak. Nah, ini juga yang mau 'hijrah' dibenahi tidak tidur lagi selesai sholat subuh. Ngapain, Mbak? Pasti ada aktifitas positif yang bisa dilakukan selepas sholat subuh. Jika anak kos, tidak masak, tidak mencuci dan setrika, hanya kuliah. Ya gunakan waktu subuh untuk belajar, membaca misalnya. Yang tahu keseharian kita itu ya diri kita sendiri. Apa yang ingin ditingkatkan kualitasnya? Ah aku sudah baik-baik saja kok, Mbak. Ngajiku, sholatku, amaliyah lainnya baik semua! Beneran, baik-baik saja? Tidak ingin memperbaiki diri? Hidup datar-datar saja? Tahu kan, detak jantung? Kalau datar berarti 'tidak ada kehidupan' lho, lha kalau hidupmu datar-datar saja tidak ingin semakin baik? Apa namanya donk?!
Lanjutkan melihat keseharian kita, apa aktifitas pagi dan ada waktu yang rasanya unfaedah, bisa donk dijadikan salah satu hijrah kita untuk lebih baik. Lihat siang hari, sore, selepas maghrib, dan menjelang tidur. Aku yakin setiap manusia, punya keinginan untuk hal yang lebih baik dalam hidupnya. Mulailah dari sekarang, dan bertahap serta istiqomah. Jangan sok-sokan merasa melakukan perubahan baik (kecil) lalu meremehkan yang lain. Kebaikan kecilpun perlu istiqomah untuk menghasilkan sesuatu yang besar nantinya. Rasakan manfaatnya untuk dirimu sendiri, perubahan positif yang kau rasakan karena hal baik dan kecil yang kau lakukan secara istiqomah.
Pandemi membuat aktifitas orang tua bertambah kan? Karena anak-anak belajar dari rumah dan menjadi tanggungjawab kita sebagai orang tua untuk "menjaga" proses belajar mereka. Hijrah yang tidak bisa ditunda untuk kondisi saat ini bagi orang tua adalah "belajar kembali" bahkan bisa lebih dari apa yang dilakukan anak-anak. Ambil sedikit waktu untuk membuka internet, membaca pengetahuan yang mendukung sekolah anak-anak. Setiap waktu buka internet kok, Mbak! Hehehe iya tapi update status di FB, WA, insta sotry, mengeluh kenapa anak-anak repot sekali belajarnya. Ya tidak apa-apa sih, sekadar curcol...tapi tetap saja bahwa orang tua pada hakekatnya memang harus ikut bertanggungjawab pada proses belajar anak-anaknya.
Bagi yang ingin membangun usaha baru, tingkatkan kualitas diri (ilmu) dengan membaca berbagai buku pendukung, atau searching internet tentang apa yang ingin dikembangkan. Punyai satu waktu (lama tidaknya tergantung targetmu) untuk upgrade kemampuanmu, setiap hari. Ingat ya, walaupun sebelumnya kita sudah tahu dasar-dasar keilmuan yang terkait pada upaya kita, ketahuilah masih banyak ilmu yang belum kita ketahui. Dan, bisa jadi imformasi terbaru itu membuat kita semakin paham apa dan bagaimana langkah yang harus dilakukan.
Bagi yang selama ini selalu sibuk dengan pekerjaan, ketika ada WFH artinya ada selisih waktu yang selama ini digunakan untuk perjalanan pergi dan pulang kantor yang bisa dimanfaatkan untuk "me time" bersama keluarga, terutama anak-anak. Membacakan buku cerita, atau bahkan sekadar bermain bersama mereka secara istiqomah, Insya Allah akan membawa danpak baik yang secara pasti akan kita rasakan nantinya. Anak-anak yang tumbuh dengan kenangan baik tentang orang tuanya, biasanya juga akan tumbuh baik bagi diri, kelurga dan lingkungannya bahkan bangsa dan dunia ini. Jadi ini juga bisa menjadi pilihan hijrah kan?
Nah, terkait dengan kabar yang aku terima atas segala ujian dariNya kepada teman-teman yang sedang sakit, sebenarnya karena merekalah aku menulis ini. Aku berharap kita semua bisa melakukan hijrah untuk membenahi kesehatan kita. Kesehatan kita ini anugrah dari Allah SWT, sehat itu karuniahNya. Kalau kita sakit? Memang segala sesuatu telah digariskanNya. Hanya saja kita tidak pernah tahu pada titik mana (kapan) garisNya (sakit) itu harus kita alami. Lalu? Ya senyampang dalam kondisi sehat, kita harus menjaga apa yang diberikanNya itu. Itu menurutku. Kalau sudah terlanjur sakit? Ya tetap kita berusaha, untuk memperbaiki diri, memohon ampun atas kelalaian kita menjaga anugrah sehat dariNya, mohon diberiNya kesembuhan lewat segala ikhtiyar. Dijalani/diterima rasa sakit itu dengan kesabaran yang semoga itu menjadi penggugur segala dosa kita. Tetap ikhtiyar sepenuh tawakal adalah cara kita menyadari sisi kita sebagai manusia dan seorang hamba.
"Yen wayahe mati ya mati, Mbak Jazilah. Walapun menjaga diri sebaik mungkin."
Sebuah alasan yang sangat lumrah kita dengar. Memang benar jika sudah waktunya ajal datang ya pasti mati, dalam kondisi apapun kita. Sakit atau tidak. Itulah mengapa, kita sebagai muslim seringkali berdoa agar husnul khotimah. Artinya apa? Kita berharap bahwa akhir kehidupan kita dalam kondisi baik, terutama menyangkut keimanan kita tentunya. Meninggal dalam iman dan islam adalah harapan setiap orang, tentu dengan bekal yang harus setiap saat kita siapkan. Bahkan bisa lewat kebaikan-kebaikan kecil yang istiqomah kita lakukan.
Kaitannya dengan menjaga sehat apa? Menurutku...(maaf, mungkin kita berbeda sudut pandang) kesehatan kita (sehat) itu salah satu nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita disamping nikmat-nikmat lainnya yang tidak bisa kita kalkulasi besar (banyak)nya. Ketika kita diberi sesuatu yang baik, biasanya kita akan menjaga dan menggunakan sesuatu itu secara baik juga kan? Allah SWT memberikan kita banyak kebaikan, mungkin karena itulah kita gampang sekali bersikap 'nggampangne' menganggap sesuatu yang istimewa itu biasa saja sehingga memperlakukannya juga biasa bahkan cenderung sembrono. Hasil akhirnya? Tanpa sadar kesembronoan kita pada akhirnya juga kita hadapi sendiri. Ya, mungkin itu garisNya pada akhirnya.
Tawakal sebelum ikhtiyar, memang gampang diucapkan tapi tidak dalam tindakan. Kita terlalu sering merasa benar sendiri, lupa bahwa Allah pemilik segala rencana. Sebenarnya ini sungguh pengingat bagi diriku sendiri. Aku sudah pernah mengalami "kehilangan waktu" 6 tahun (bahkan lebih) dengan penderitaan yang pada akhirnya kusadari berawal dari kesalahanku sendiri. Kondisi tubuh yang selalu ringkih, pemakai obat dokter, tergantung pada orang lain dan hal kurang baik lainnya terkait kesehatanku. Bahkan ada satu masa aku putus asah, merasa bahwa aku segera kembali padaNya selamanya waktu itu. Beberapa orang dekatku mungkin tahu bagaimana kondisiku, walaupun lebih banyak yang melihat bahwa aku baik-baik saja.
Pengalaman itu sungguh guru terbaik ketika kita mau menyadarinya dengan kesungguhan untuk berubah lebih baik (sehat). Memang, jalan kehidupanku telah diaturNya dengan sangat baik tentu aku harus selalu bersyukur atas apa saja yang kualami. Saat itu aku selalu merasakan hal negatif saja akan kondisiku yang tidak sehat. Bukan semakin baik malah semakin buruk. Banyak nasehat kuterima, pada akhirnya hanya serupa lentingan bola bekel, ketika diriku sendiri tidak ada kemauan untuk sehat, selain mengeluh dan mengeluh. Bibir ini bilang pasrah sama Allah, sabar dan lainnya tapi sebenarnya jiwakulah yang kerdil, pesimis.
Aku dikelilingi orang-orang baik ketika mulai ada kesadaran untuk sembuh (mulai mikir aku tidak bisa begini terus) dan aku yakin tentu kekuatan untuk sadar atau hidayah untuk mau sehat itu datang dariNya. Semua datang tepat waktu, ya memang begitulah. Namun tetap saja semua itu diupayakan. Sekitar 10 tahun yang lalu, aku diperkenalkan seseorang untuk mengurangi asupan nasi putih. Qodarullah upaya itu kulakukan dengan baik, dan berhasil. Alhamdulillah...setelah kisaran 3-4 bulan aku sudah lupa bagaimana rasanya sakit yang menyiksaku setiap saat. Pemulihan setelah sekian tahun sakit tentu memakan waktu tidak pendek, apalagi selama itu aku juga mengkonsumsi obat kimia.
Berat badan tidak ideal bagi banyak orang, dicerca dicibir ketika mereka tahu aku tidak mengkonsumsi nasi putih. Bahkan tidak sedikit yang bilang aku sedang "ngelmu" sehingga menghindari nasi putih. Hahaha padahal setahuku orang-orang ngelmu itu seringnya malah puasa mutih yang artinya yang dimakan hanya nasi putih. Ada sih yang ngelmu dengan ngrowot juga, yaitu yang tidak makan nasi putih itu. Atau malah ada yang tanya aku sakit diabeteskah kok tidak makan nasi? Aku tersenyum saja, dan tidak perlu berargumen dengan mereka. Hal pentingnya aku semakin sehat.
Beberapa tahun kemudian, aku mengenal pola makan yang menyenangkan bagiku, Food Combining. Sebagian besar orang yang mengenalku, aku cukup rewel untuk urusan makanan. Tidak berkenan ini atau itu, ya karena masih terbawa kondisi sakit yang cukup lama bahwa tidak semua makanan bisa kunikmati. Ketika mengenal pola makan ini, aku upayakan membaca sebanyak-banyaknya informasi tentang FC. Jika dibilang aku mengambil mudahnya saja, mungkin benar. Karena pola makan ini memang paling mudah bagiku, dan belum tentu mudah bagi yang lain ya.
Lagi-lagi aku semakin kurus saat awal-awal menjalankan pola makan ini. Lebih dahsyat lagi cercaan orang tentang pilihanku sarapan buah. "Mau sehat darimana, gak makan nasi malah sarapan buah saja! Awake garing gak menarik blas!!" Masih banyak nada negatif lain yang kuterima. Namun, kembali seperti memulai tidak makan nasi putih ketika memulai ini juga mendadak aku merasakan tubuhku nyaman saja. Walaupun aku masih beberapa kali ambruk ya memang karena kesalahanku sendiri. Istirahat tidak teratur, terlalu berpikir urusan pekerjaan membuatku beberapa kali harus mendapat bantuan injeksi di IGD karena makanan tidak bisa masuk dalam tubuhku. Aku semakin paham dengan bahasa tubuhku dan jika kulanggar sendiri sebenarnya aku sudah sangat tahu apa akibatnya.
Setelah dua tahun, kondisi tubuhku semakin baik. Banyak komentar positif melihat perubahanku yang semakin sehat, bahkan dari mereka yang pernah mencercaku. Alhamdulillah mereka sudah lupa pernah mencerca hehehe. Berat badanku benar-benar pada posisi yang baik menurutku, karena apapun yang terjadi jarum timbangan tidak banyak bergeser ke kiri atau ke kanan, stabil. Jangan dikira saat awal menjalani pola makan ini aku bail-baik saja. Aku hampir menyerah pada rasa malas, walaupun sudah sangat tahu apa yang kurasakan ketika aku makan sembarangan. Berkali aku dikalahkan rasa malas, namun selalu ingat masa lalu yang kelam itu. Seiring waktu pemahamanku akan makna bersyukur pun berjalan. Rasa syukur atas nikmat sehat itu ya dengan menjaga apa yang diberikanNya. Jika rasa malas itu hadir dengan senyum terbaiknya aku menunduk sesaat mengingat sebuah hadits:
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara; (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al Hakim)
Momentum tahun baru hijriah inilah yang seharusnya kita jadikan diri kita lebih baik. Aku pun masih terus belajar, terus menimbah ilmu dan berusaha melaksanakan apa yang sedikit aku ketahui. Semata aku berusaha menjadi hambaNya yang bisa bersyukur atas segala nikmat yang diberikanNya.
Allah SWT, memberi alam semesta ini sekaligus menyediakan segala hal baik yang kita bisa manfaatkan untuk kebaikan kita tentunya. Namun, sekali lagi kita ini memang manusia yang tidak lepas dari sisi kemanusiaan kita, memiliki nafsu yang kadang tidak kita kontrol dengan baik. Disediakan yang murni dari alam, kita memilih yang instant buatan manusia yang sudah pasti tidak murni. Akupun masih terus berusaha untuk bisa sepenuhnya kembali memanfaatkan anugrah Allah berupa bumi yang subur bernama Indonesia ini. Segalanya tumbuh dan hidup di sini, selayaknya kita mengambil, memanfaatkan dan menjaganya dengan baik.
Pola makan yang kujalani ini bukan sebagai obat bagi yang sakit tapi sebagai upaya memperbaiki daya tahan tubuh kita, baik untuk yang sehat atapun sedang sakit. Daya tahan tubuh yang baik akan mengikis apapun hal buruk yang masuk untuk merusaknya. Intinya pola makan kita mengikuti "RITME SIRKADIAN" Apa itu ritme sirkadian? Ritme sirkadian adalah proses biologis yang berpatokan pada siklus 24 jam atau siklus pagi-malam yang mempengaruhi sistem fungsional tubuh manusia. Jam sirkadian otak mengatur tidur, pola makan, suhu tubuh, produksi hormon, regulasi level glukosa dan insulin, produksi urin, regenerasi sel, dan aktivitas biologis lainnya.
Semoga kita bukan golongan orang-orang yang menyesal sebagaimana firman Allah ini.
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun: 10-11).
0 Comments