Alhamdulillah...akhirnya tulisan ini bisa kuselesaikan dan anggap saja ini tulisan awalku untuk sebuah #TheJourneyOfLove #MenujuHalal (bagian 1) 

Jika ada yang bilang September kelabu, ya begitulah yang pernah  terjadi padaku dalam bulan September. Tapi benarkah kelabu? Ingatanku melesak cepat pada September 2017 tentang hasil laboratoriumku yang ternyata "SALAH DIAGNOSA". Betapa Septemberku kelabu, rasa takutku bukan kemungkinakan usia yang mendekati kepulangan abadi, tetapi lebih kepada bagaimana caraku menyampaikan kabar duka tentang hasil laboratorium itu kepada orang-orang tercintaku, kepada Bunda saat itu. Aku lebih sakit melihat air matanya tumpah untuk putrinya ini. 

Namun, sekali lagi aku melihat kejadian salah diagnosa itu sebagai cara Tuhan yang sangat elegan untuk mengingatkan diriku tidak terlalu "jauh bermain". Segera menengok jalan pulang yang tidak pernah kutahu kapan waktunya. Benar memang, saat itu ada banyak perubahan yang kulakukan jelas sebagai persiapan apapun yang akan terjadi dengan diriku atas diagnosa itu, yaitu kematian. Selalu mengunggunkan doa agar segalanya berakhir dalam kebaikan. 

Ketika hasil laboratorium itu kubawa ke dokter spesialis yang ternyata seorang profesor di bidangnya, apa yang terjadi? Semua mata memandangku curiga, pun sang dokter yang arek Suroboyo itu menyapaku dengan gaya Suroboyoan yang khas. Hingga, di ruang yang sebelumnya hanya penuh aroma luka dan kesedihan, ketika aku di dalamnya berubah menjadi aroma tawa penuh kebahagiaan. Ya, diagnosa awal yang kuterima ternyata SALAH. Allahu Akbar...sungguh hanya kepadaNya aku kembali. Sang dokter yang profesor itu menertawakan aku sampai puas rasanya dan aku jelas merasa dilimpahi purna chandra dengan aroma melati. Damai sepenuh syukurku kepadaNya.

"Mendaftar sebagai pasien umum ya?" tanyanya. "Ya, dokter," aku menjawab masih dengan senyum bahagia. "Eman-eman larang, mubadzir menemui saya, tak kasih resep ya untuk menjaga kesehatannya saja. Lha mbake sangat sehat kok." beliau menulis resep dan segera kuterima. Aku meninggalkan ruangannya. Tawaku hampir meledak di depan apotik yang penuh antrian itu ketika melihat apa yang diresepkan oleh sang Profesor untukku. Neurobion!

Lalu, September (juga October) 2020 ini, aku kembali harus ke ruang tidak jauh berbeda. Pengambilan sampling darah! Di tengah pandemi jelas bukan sesuatu yang biasa ketika kondisi tubuhku menjadi sangat ENTAH. Treatment apapun seolah stagnant sehingga masuk ruang pengambilan sampling itu harus kulakukan. Hasil yang ada kembali sangat mengejutkan, tapi aku tidak sepanik tahun 2017 lalu. Aku mencoba tenang dan juga kondisi fisik yang sangat lemah membuatku tidak bisa melakukan apapun selain menghubungi dokter. 

Menyampaikan hasil laboratorium kepada beliau lewat WA. Menunggu pesan balasan beliau itu serupa menunggumu yang tak kunjung menjemputku... (hehehe kamu...iya kamu yang ngerasa punya janji menjemputku!) Resah dan gelisah.. lebay ya? Secara umum aku melihatnya bagus, tapi ada yang membuatku khawatir dan hanya dokterlah yang bisa memberikan jawabannya. 

"Wah hasilnya bagus banget ini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Aku langsung membalasnya; "Tapi ada hasil yang nol itu dokter? Apa maksudnya?" Aku hanya tidak begitu paham tentang itu. "Tidak ada apa-apa, memang kekebalan tubuhnya menurun ini. Tapi melihat hasil lainnya baik, ini hanya karena kelelahan yang sangat saja." jelasnya. 

Akhirnya aku juga bertemu dengan mas Dokter yang luar biasa ini untuk berbagai informasi yang membuatku tidak perlu rasa takut lagi. Ada banyak hal positif yang kuterima dari beliau. Ada doaku yang paling aamiin untuk sebuah indikator yang disampaikan beliau. Semoga Allah mendekapku dalam kebaikan seperti halnya indikator yang disampaikan sang dokter. Sesi terapi yang biasanya hanya berlangsung tidak lebih dari 40 menit, kali ini harus lebih dari 1,5 jam. 

Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, tapi konseksuensi logis dari semua itu adalah: aku harus kembali istirahat meninggalkan kota metropolitan, Surabaya seperti awal bulan October. Aku pulang dan mengawali istirahat panjangku dengan silaturahim ke rumah bapak dan bulek yang mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu. Kondisiku yang belum sehat, menahanku untuk segera bisa menjenguknya saat mengetahui beliau kena musibah. Kepulangan kali inilah aku menebus semuanya walaupun jelas fisikku masih sangat lemah. 

Senyum bapak menyambutku dan hamparan doa-doa kuterima. Siang yang hangat di pinggiran kota Gresik yang berbatasan dengan Surabaya, kulanjutkan menuju rumah bulek yang ada di ujung lain kotaku. Kedatanganku yang mendadak jelas mengejutkan semuanya. Bertemu wajah-wajah saudara yang cukup lama tidak bersua dan tentu bermain dengan si kembar (Fara dan Fira/ YukPa dan YukPi). Bersama sepupu ponakan aku menemukan banyak energy positif yang membuat kondisiku membaik secara mental walaupun fisikku tetap tidak bisa kudustai masih sangat lemah.


Bermain bersama mereka adalah satu moment indah yang kutemukan. Mengayuh sepeda, tertawa bersama mereka. Menyusuri tambak kering, bahkan harus terjerembab pun bisa menjadi moment yang membuncahkan energy baik untukku. Aku bisa tertawa lepas bersama mereka, melapas segala penat meja kerja. Good Vibes!

**

Nah, sekarang menulis yang sesuai judulnya ya.... Setelah ratusan purnama, aku kembali dipertemukan oleh Allah SWT dengan orang-orang yang pernah bersamaku sekian tahun lalu. Saat menikmati "istirahat" pada minggu pertama October, aku dihubungi oleh beberapa nomer yang tidak kukenal. Jelas tidak perlu kubalas terlebih tidak mengenal siapa si pengirim pesan itu. Aku lebih banyak meletakkan handphone tanpa bersegera membaca pesan-pesan yang masuk. Salah satu pesan yang masuk adalah orang yang ingin "kenalan" denganku. Apakah aku meresponnya? Tentu tidak! Siapa dia? Lha urusan pekerjaan saja kutinggalkan demi memulihkan kondisi kesehatanku, kok malah meladeni orang yang hanya sekadar ingin kenalan. Tidak sedikitpun ada rasa penasaran tentang pesan itu, dan jika dia tidak "mengaku" siapa dirinya tentu aku segera memblokir nomernya jika dia berkirim pesan lagi.

17 October dalam sebuah pertemuan (Kita saling menemukan?)

Agenda kegiatanku lumayan sibuk, walaupun kondisi kesehatanku sedang tidak baik-baik saja. Pertemuan dengan teman-teman SMA sudah kurencanakan jauh sebelumnya. Semua agenda sudah tersusun dengan baik, ketika mendadak sebuah pesan dari orang yang minggu sebelumnya (saat aku harus istirahat di rumah) minta "kenalan" denganku memberitahu akan datang ke tempatku di Surabaya. Haruskah kutolak, setelah beberapa pengakuan jujurnya dan juga "kekejaman" yang kulakukan padanya? 

Berbekal niat menyambung silaturahim yang biasanya akan membawa energy positif, aku mengiyakan kedatangannya di rumah Surabaya. Sabtu, 17 October 2020 aku bertemu teman-teman yang sudah lebih dari 20 tahun tidak bertemu. Teman sesama aktifis lembaga dakwa kampus era itu. Terkejut tentunya, ketika melihat penampilannya saat ini. Bagaimanapun 20 tahun bukan waktu yang singkat untuk mengubah seseorang yang kukenal itu. Aku mencoba menyusun ingatan tentangnya, terlebih segala hal baik pada dirinya dan juga sosoknya. Semua berakhir pada senyum kami saja. Aku pun tidak banyak memiliki "kenangan" berlebih tentangnya. 

"Kamu tetap saja!" sapanya. What the meaning of "kemu tetap saja?" batinku. Tetap apa ini? 

"Iya, kamu yang banyak berubah!" jawabku sekenanya karena melihat tampilan fisiknya yang sangat berbeda dengan yang kukenal pada lebih dari 20 tahun lalu. Jujur, sebelumnya aku sudah sampaikan padanya bahwa aku sudah lupa wajahnya. 

Tak ada perbincangan serius, tapi pertemuan kami menjadi sangat berarti untuk sebuah persaudaraan yang pernah ada. Aku sengaja memasak nasi kabuli basmati karena memang itulah persediaan bahan makanan di dapur. Kondisiku yang tidak sehat, tentu membuat masakanku menjadi ala kadarnya. Aku hanya ingin menghormati tamu-tamuku walaupun tidak bisa secara sempurna. Alhamdulillah, makanan sederhanaku disukai semua tamuku, bahkan sempat sedikit kubungkus untuk dibawa pulang. 

Ya, sekilas aku melihatnya tanpa berpikir untuk mengamatinya dengan baik. Ketika dia bercerita dengan kondisi kesehatannya, jelas aku tertawa saja mendengarnya. Bagaimanapun aku harus bersyukur karena di usia yang tidak berbeda dengannya kondisi kesehatanku, Alhamdulillah baik-baik saja. Seperti halnya kepada yang lain, karena aku masih menganggapnya sebagai teman baikku maka sederet nasehat meluncur begitu saja tanpa bisa kucegah. Mungkin dia jengah mendengar penuturanku, tapi dari hatiku aku memang berharap semua orang yang ada di sekitarku selalu dalam kondisi sehat. 

Masih sempat kami bertiga keluar halaman dan berbincang tentang tanamanku yang ada di teras. Tentu akupun puas meledeknya karena dia seorang sarjana pertanian. Sekadar mengingat perjalanan lebih dari 20 tahun yang lalu saat kami masih menjadi mahasiswa. Saat dia kumintai tolong untuk menemani hadir dalam sebuah walimah seseorang pun menjadi bahan obrolan kami. Sekadar cerita teman lama tanpa nada lain yang hadir. 


18 October dalam kondisi tak sepenuhnya sehat aku tetap memutuskan menyusuri wilayah Gresik untuk pertemuan dengan teman-teman SMA. Ya menyambung silaturahim kembali dengan teman-teman semasa SMA setelah pertemuan pertamanku (singkat) pada 5 July 2020 yang lalu. Sekadar makan tumpeng bersama, bercerita dan aku punya beberapa agenda untuk silaturahim juga. Sempat ta'ziyah karena ada salah satu orang tua teman yang meninggal beberapa waktu sebelumnya. Energy baik tetap kurasakan, ada tambahan energy positif yang  berlimpah memeluk fisikku yang belum sehat. Lagi-lagi, pertemuan dengan semuanya...adalah GOOD VIBES! 

Istirahat panjang di rumah berteman keponakan kecilku, memang membawa perubahan baik pada kondisi kesehatanku. Ada semacam reuni Afiqah dan teman-teman kecilnya tentu bersama mama-mama mereka yang tentu khas sebagai mama muda. Aku menikmati kebersamaan bersama senyum tawa mereka. Mendengar percakapan mereka yang lebih banyak menyuguhkan senyum tentang lika-liku mendampingin anak-anak mereka belajar secara daring. 

Cuaca Surabaya yang sangat panas tidak lagi kutemui di rumah, terlebih aku sempat bermain hujan bersama si kecil Ghani yang menjadikan itu adalah hujan pertama baginya. Aku meyakini hujan selalu membawa energy baik, berharap dengan bermain hujan akupun bisa menyerap segala energy baik semesta yang akan berpengaruh baik pada kesehatanku. 

Lalu, dia yang pernah meminta kenalan denganku mendadak ingin mengubah pola makannya seperti yang kulakukan untuk memperbaiki kesehatannya, meminta semacam bimbingan padaku. Perbincangan kami sekadar tentang Food Combining dan dunia kerja kami. Aku tentu sudah tidak "sekejam" sebelumnya. Bahkan aku persilakan untuk membaca Blogku. Ya sebelum aku tahu tentang dia dan segala pengakuannya, aku telah berlaku mungkin sangat kejam padanya, sangat tidak sopan bagi sebagian orang. Bagiamanpun, aku seorang muslimah single yang cukup kenyang dengan terpaan kurang nyaman bagi kedamaian hidupku, hanya karena salah persepsi dalam komunikasi dengan lawan jenis. Dan aku memilih "kejam" sebagai filter semua kejadian yang kurang baik. 

Menjadi perempuan (muslimah) mandiri itu sebuah pilihan sadarku dan tentu "kalian" tidak punya hak untuk mengacaukan segala pilihan baik bagi kehidupanku sendiri. Kalian tidak nyaman dengan pilihan hidupku, ya pergi sana! Bukankah aku juga tidak merecoki pilihan hidup kalian? Bahkan secara sadar aku tetap menghargai pilihan hidupmu!

---

Lalu, sebuah pesan kembali masuk di handphoneku. "Minggu depan saya ke Surabaya." 

Aku terdiam. 

Bersambung...............(Menuju Halal 2)

0 Comments