Taman Nasional Baluran.

Kali pertama rencana dilontarkan untuk menjelajah tempat ini, aku sempat menunduk sejenak. Bukan tidak suka, hanya bertanya pada diri; apakah fisik ini akan mampu menempuhi tempat itu? Sejenak ingatanku melesat pada berbagai kisah yang disampaikan sahabat yang telah menjejak tanah itu. Sejuta kisah dan sejuta kekaguman yang ternyata terus mengunggun di benakku.
“Akan ada waktu untukku menjejak tanah itu, Insya Allah.” hanya itu yang kuderas dalam hatiku tanpa berani menakar kata lebih jauh. Dan lontaran rencana itu seperti kayu bakar yang ditambahkan pada api unggun yang telah bara dalam diriku tentang Taman Nasional Baluran.

Akhir sebuah rencana, adalah terlaksananya rencana. Perjalanan kami awali dengan bahagia bersama selepas makan malam di Surabaya. Setelah seharian kami menempuhi perjalanan Cinta ke kota Bangkalan Madura untuk menyaksikan penggenapan cinta seorang saudara terkasih, Endang Ssn.
Kereta MUTIARA TIMUR MALAM yang kebetulan kami mendapat tiket promo ulang tahun KAI, berangkat pukul 22.00 wib dari Stasiun Gubeng menuju Banyuwangi Baru yang diperkirakan akan sampai sekitar pukul 04.25 wib. Karena tiket promo maka kami mendapat tempat duduk yang tidak berdekatan walaupun masih dalam satu gerbong yang sama. Kereta inilah yang membawaku dan sahabat Ec Wigati, Darmini MA, Debby Niken Kw dan Mbak Erwina Tri malam itu. Sebuah perjalanan malam yang tenang :D (ya iyalah...masak ramai)



Sesuai petunjuk salah satu teman, kami akhirnya turun lebih awal tepatnya di Stasiun Karangasem. Alhamdulillah, atas bantuan salah satu teman dari teman seperjalanan...kami dijemput menuju tempat persewaan kendaraan. Sempat sholat subuh di perjalanan, dan air yang mengguyur muka ini rasanya....melenyapkan segala lelah perjalanan. Memulai pagi dengan senyum renjana bersama :) Dalam hati aku berseru dalam syukur, aku kembali menjejak bumi Banyuwangi.
Singkat cerita, kami mengadakan rapat darurat dengan keputusan tentang dimana kami harus menginap dan rencana perjalanan selanjutnya. Ok, diputuskan menyewa 3 motor dan kami akan menginap di pantai Bama.

Kami melanjutkan perjalanan pagi itu. Bukan menuju TN Baluran tapi kami harus menuju Stasiun Banyuwangi Baru untuk mengubah tiket pulang yang salah. Pagi sejuk itu diterpa matahari pagi yang hangat kami sampai di Banyuwangi Baru. Alhamdulillah tidak pakai lama, tiket sudah dibetulkan.
Lapar! Ya, manusiawi banget kan? Akhirnya kami menuju pelabuhan Ketapang. Tanya-tanya dan ternyata kami bisa menengok masuk ke pelabuhan, walaupun kami tidak menyeberang.
“Lewat jalannya karyawan,” itu kabar yang kami terima.

Biasa, kami nikmati pagi di pelabuhan. Foto-foto. Kapal dan anak-anak air yang mencari koin dari penumpang kapal, sungguh sebuah pemandangan “menakjubkan” yang menyayat hatiku. Mungkin, mereka yang memberikan koin-koin itu melihat bahwa anak-anak itu adalah hiburan tersendiri. Sedang di pihak anak, bisa saja bahwa “acara” lompat dan menyelam mencari koin adalah sebuah “pekerjaan” yang harus mereka lakukan. Atau sekadar sebuah “budaya” yang merasa layak dilestarikan?

Sedang aku hanya diam, tidak bisa berbuat apapun. Menatap mereka yang melompat, menyelinap di bawah tiang-tinag penyangga dermaga, atau bahkan bergelantungan di tali kapal sandar. Mungkin, mereka memang terpaksa melakukan itu untuk mendapatkan serupiah yang sungguh dibutuhkan. Atau sekadar main-main? Atau apa? Entahlah...satu yang pasti mereka dalam “bahaya” dalam segala sisi. (menurutku)

Selesai menikmati keindahan suasana pelabuhan, kami kembali ke area parkir yang dimana salah satu dari kami sedang bekerja. Ah...sungguh menyenangkan :) bisa bekerja sambil jalan-jalan.
Ada sebuah insiden hehe... insiden? Yup, ketika kami berada di pintu keluar, betapa kagetnya ketika mendapati begitu banyak polisi di depan pintu masuk. Lalu ada suara-suara perintah yang cukup mengerikan.
“Bawa ke markas! Ambil barangnya!” perintah yang kudengar. Aku tersentak. Ada apa?
Lalu suara-suara sumbang saling bersahutan. Wajah-wajah tegang saling bersikukuh. Dan tepat saat itu aku melihat seorang polisi berjalan cepat, aku gagu ketika di tangannya tergenggam senjata tajam. Sabit? itu yang terlintas di benakku awalnya. Ah, tidak! Itu Celurit, ya senjata khas dari Madura. Masih sempat kutengok calon penumpang yang ditahan itu, yang terheran-heran atau entah apa. Argumennya yang kudengar bahwa itu digunakan untuk kerja. Ya celurit itu mau digunakan untuk kerja. Aku diam lagi? Celurit untuk kerja?

Ah, entahlah karena akhirnya aku dan teman-teman segera keluar menuju area parkir dan warung-warung. Di sana ternyata pak Polisi itu membincang Celurit.

 Aku sempatkan minum Jeniper dan makan buah yang ada di ransel. Tapi karena memang lapar, setelah sekian waktu sesudahnya aku menikmati pecel pelabuhan. Dirasa cukup, kami lanjutkan perjalanan menuju TN Baluran karena ternyata sang guide katanya sudah menunggu di pintu masuk Baluran.

Ternyata....memang cukup jauh saudara :) Perlu stamina khusus untuk menempuhi perjalanan ini. Dan, inilah yang pada awalnya sempat hadirkan keraguan dalam diriku yang sudah cukup lama tidak melakukan perjalanan fisik. Alhamdulillah, aku makai GoJek yang sangat profesional dan katanya cukup menguasai lahan Banyuwangi dan sekitarnya. Entah, bagaimana ceritanya sampai orang yang menjadi driver ini menjadi penguasa jalanan Banyuwangi dan sekitarnya. Mungkin kali lain, akan ada goresan tentang kisahnya :)

Sampai juga akhirnya, kami di gerbang TN Baluran. Sedikit resah setelah mendengar penuturan  petugas dan juga Guide kami, adik Listiyo Budi (yang selama perjalanan kupanggil Mas, hehehe sorry ya Dek)  tentang medan yang harus kami tempuh. Cukup jauh dan dengan jalan tidak semulus jalanan Surabaya. Sekali lagi perlu stamina yang memadahi untuk melanjutkan perjalanan ini.
Tersentak aku pada awalnya, ketika memasuki area TN ini. Sungguh ini tengah musim kemarau, sehingga sepanjang mata memandang adalah pemandangan khas musim kering. Sebagian lahan sepertinya habis terbakar dan pada beberapa bagian memang ada tulisan peringatan untuk berhati-hati karena area itu mudah terbakar.

Yang tidak kalah elok untuk diperhatikan adalah jalan yang kami lewati. Berbagai hal muncul di benakku sebagai orang yang selama ini bekerja di dunia konstruksi. Jauh melesat kepada para penguasa negeri tercinta ini. Bagaimana bisa ada pembiaran serupa ini? Atau memang sengaja dibiarkan dan dibuat seolah menjadi tantangan bagi sesiapa yang hendak menikmati keindahan alam negerinya sendiri? Atau juga memang tidak ada dana untuk sekadar memperbaikinya? Ah, entahlah...
Kunikmati saja perjalananku yang lumayan membuat jantung berdebar. Mengamati pepohonan sepanjang perjalanan. Ada syukur atas segalanya. Betapa diriku pun tidak ada artinya di tengah belantara yang dibilang hanya kecil ini. Lalu bagaimana jika aku menempuhi belantara yang lebih dari ini? Tentu akan ada banyak kejutan yang semakin luar biasa.

Sepanjang perjalanan, di samping disuguhi area kering dan pepohonan yang unik, kami juga melewati satu area yang tampak tetap hijau di musim kering. Tumbuhan tetap segar, walaupun area ini tidak terlalu luas dibanding dengan area kering lainnya. Tapi setidaknya, hal itu kembali menjadi keelokan rasa tersendiri bagiku. Betapa Tuhan mencipta segala dengan keindahannya yang dahsyat.


Senyum lebar terpahat, tepat katika mata kami melihat area rumput yang luas. Savana, ya inilah yang dikenal dengan Savana, Africa van Java itu. Karena hari sudah cukup siang, kami tidak mendapati kawanan Banteng di sekitar jalanan yang kami lalui. Sejenak rehat di rindang pohon yang tak begitu rindang ternyata kami disambut kawanan Monyet Abu-abu. Ternyata, di depan kami sudah sebuah tikungan yang dikenal dengan Bekol, ya savana Bekol... area Africa Van Java yang sesungguhnya.  

Kami sepakat tetap menuju pantai Bama yang masih beberapa km dari Bekol. Jalanan yang kami lewati juga tidak semakin indah namun semakin menarik agar semakin hati-hati. Sedikit lengah, maka bebatuan cukup tajam akan menyentuh kita dengan sempurna jika harus terjatuh dari motor. 

Berbagai imajinasi sempat merasuki benak ketika sepanjang mata memandang hanya hamparan pepohonan. Jika tersesat bagaimana? Jika ada hewan buas bagaimana? Jika ban motornya bocor bagaimana? Jika bensin habis bagaimana? Bahkan sempat terlintas jika sampai terjadi perampokan, siapa yang akan tahu? Wilayah ini jauh dari ujung ke ujung. Dan siang itu aku hanya sedikit melihat kawanan Rusa yang berteduh di bawah rindang pepohonan yang sungguh tak rindang menurutku. 

Pun, sempat kujumpai kawanan Monyet Hitam yang aku kira mereka tidak bernyawa karena pada menempel di ranting pohon. Ternyata mereka tengah istirahat siang. 

Dan, pikiranku kembali mengembara....jika kondisi pepohonan kering seperti ini, dari mana hewan-hewan ini mendapat makanan? Sejenak kutampar sendiri pikiran gilaku. Aku seperti mengecilkan Tuhan yang Maha Kaya dan tidak pernah luput memberikan rezeki bagi setiap makhlukNya. Walaupun, tetap hatiku riuh berargumen ketika melihat pepohonan yang mengering. Bagaimana ada buahnya, jika pucuk dedaunan saja tidak kulihat? Tapi kembali aku meredam hatiku yang riuh, bahwa Yang Maha tidak akan membiarkan semuanya sia-sia. 

Lalu.... kita lanjutkan lain waktu menuju Pantai Bama yang tak kalah menariknya... :)
Tunggu ya.... see you again hehehe

0 Comments