Alhamdulillahirobbil'aalamiin

Sudah cukup lama, aku ingin menulis tentang sesuatu yang kusebut HADIAH. Keinginan menulis itu begitu menggebu, ketika aku menerima sebuah hadiah dari seorang sahabat yang secara material sangat mahal bagiku. Saat aku membuka bungkusnya... rasanya saat itu juga aku hampir saja menulis khusus untuknya. Tetapi, mendadak ada "sesuatu" yang bergerak di hatiku mencegahnya. Ya, ketika kulihat senyum tulusnya nan indah begitu bersih tanpa pamrih, aku mendadak takut bahwa tulisanku akan mengotori hatinya yang indah itu. Kulangitkan doa kepadaNya saja, untuknya.

Seperti halnya ketika aku berani memberi (berbagi) untuk sentiasa memurnikan niat karenaNya semata...maka dalam menerima pemberian orang lain pun aku selalu berusaha menerima dengan tanpa prasangka. Ya, dengan tanpa prasangka; baik prasangka buruk (curiga) atau prasangka baik (harapan tepatnya berharap).

Ketika aku memberi, artinya aku telah menerima apa yang telah diberiNya. Aku pernah menulis tentang makna "terima kasih" bagi diriku (tapi tidak kutemukan filenya), yang menjadi pengingatku bahwa kemampuan memberi hanya dimiliki oleh orang-orang yang telah mampu menerima. Menerima apa? Menerima keberadaan dirinya, sebagai manusia dan hambaNya. Jika belum pada tataran itu, aku kira tidak mudah seseorang bisa memberi atau berbagi. Maka, muncul istilah orang pelit atau kikir. Orang-orang ini, bukan kikir sebenarnya...mereka hanya belum bisa menerima keberadaan dirinya sebagai manusia dan hamba. Mereka masih berada di tataran "ini milikku" bahwa segala yang aku miliki atau ada padaku adalah hasil kerja kerasku. Tidak salah ya? Tidak, hanya mungkin belum tepat saja. Juga pada tataran apa ucapan itu disampaikan. Dan bagiku, (dalam banyak urusan) selalu diajari untuk hati-hati dengan prasangka.Termasuk dalam memberi dan menerima.

Menerima hadiah, akan selalu merekahkan wangi cinta ke semesta. Pun, seharusnya ketika kita memberikan hadiah kepada orang lain. Aku tidak membahas tentang pemberian "bermaksud" ya... Aku hanya menulis tentang apa yang terjadi dan kujalani dalam memaknai menerima dan memberi. Sejatinya, aku dan kita akan berada di titik bahwa memberi sama artinya dengan menerima.
Ah itu mah...teori, Jazim!
Ya, mungkin itu teori saja. Tidak apa-apa diremehkan, tapi aku yakin akan datang satu fase dalam hidupmu betapa dua kata " menerima dan memberi" akan bermakna sama. Tidak perlu kujelaskan, karena kita tidak akan memiliki kisah yang sama walaupun mungkin saja bisa serupa.

Hmm...panjang jadinya, kembali kepada sebab mengapa aku ingin menulis tentang hadiah.
Ya, rasanya cukup banyak hadiah yang aku terima sepanjang perjalanan hidupku. Banyak yang memberiku hadiah, dari sekolah, orang tua, sahabat, guru, atau sesiapa saja. Aneka rupa hadiah, baik berupa barang, uang dan juga ilmu yang indah.

Foto di atas, hanya sebagian hadiah yang saat ini tengah bersamaku. Sering kupakai dan sangat bermanfaat, walaupun ada satu gelang (saat kutulis ini sudah putus tanpa sebab pasti, dan berantakan sehingga aku belum bisa menyusunnya kembali seperti semula). Dan apakah barang-barang itu masih baru aku dapat? Tidak. Beberapa barang sudah cukup bersamaku dan menemaniku.



Satu contoh jam tangan keemasan dengan merk Alexander Christie, sudah hampir 6 tahun bersamaku. Tidak pernah rewel, bahkan jika dalam perjalanan jam tangan ini hampir tidak pernah lepas dari pergelangan tangan kananku. Kebetulan jam ini memang water resistant. Jadi mau nyebur kemanapun misalnya, ya tetap saja kupakai. Seseorang memberiku, dalam sebuah perjalanan. Mendadak saja, teman ini membuka jam tangan yang dikenakannya dan langsung memasangnya di pergelangan tanganku. Dia melepas jam tanganku yang kubeli bersama Almarhum Bapak, yang memang sudah agak kusam.

"Kamu lebih pantas pakai jam ini. Rawat dengan baik, kalau nanti tidak suka kembalikan ke aku atau berikan ke orang yang lebih pantas mengenakannya." ucapnya begitu saja dan menjelaskan bagiamana cara membersihkan jam ini jika tampak kusam. Karena selalu kuingat pesannya, sampai sekarang jam tangan berbahan titanium warna emas  ini selalu tampak "sumringah".
Sungguh, saat itu aku tidak pernah tahu harga jam bermerek. Aku membeli sesuatu bukan hanya karena merk tertentu, tapi lebih kepada kebutuhan dan kenyamanan ketika memakainya. Mahal atau murah? Itu hal sangat relatif bagiku, tidak bisa digebyah uyah. Dan jam tangan ini, saat ini mungkin sangat murah bagi orangorang tertentu, namun saat itu aku yakin tentu bukan barang murah. Terima kasih, saudaraku :)

Beberapa hadiah kuterima pada Tahun 2015 ini, ada di foto tersebut. Apa? Aneka gelang yang termahal sepertinya Gelang batu Giok. Ada tasbih batu Ametis dan satu tasbih yang diberikan khusus oleh pemiliknya yang baru datang umroh waktu itu.
"Tasbih ini yang saya pakai dzikir selama umroh, Mbak. Ini untuk mbak saja," begitu yang disampaikan ketika memberikannya kepadaku.
Ada batik tulis khas suatu daerah, kerudung yang memang dibeli dari Timur tengah, ada saputangan dari Jepang dan bros motif bunga Tulip serta khusus bros Melati yang awalnya aku diberi oleh seorang teman dari Mataram ketika aku menempuh pendidikan pascasarjana.
Waktu itu aku jalan-jalan dengannya dan mencari aksesoris yaitu bros bulan bintang. Saat itu dia bilang; "Ntar aku carikan saja, tapi yang bintang ya, kalau bulan bintang kayaknya harus pesan."

Akhirnya sebelum kami ujian thesis, dia memberikan bros itu yang dibilang; kata penjualnya bukan bintang, tapi disebut bros Melati. Ya sudah, aku senang memakainya. Nah, bros di foto itu sebenarnya bukan bros yang kuceritakan di atas. Lha? Apa hubungannya?

Kebetulan, di sebuah acara aku mengenakan bros itu di blaserku. Ketika selesai acara, blaser kulepas dan kuletakkan di sandaran kursi. Entah bagaimana ceritanya, blaser yang ada hiasan bros melati ini jatuh. Seseorang megambilkannya untukku dan tertegun sebelum memberikannya padaku.
"Blasernya ini lho, dipakai saja,"
"Ohya sorry, makasih.... " aku menerima blaserku dari tangannya. Tapi sejenak orang tersebut menarik blaserku dan memerhatikan bros melati yang tersemat.
"Sepertinya, brosnya rusak. Mungkin tadi jatuhnya lebih awal dan langsung menyentuh lantai. Matanya rontok."
"Ohya?" aku segera memerhatikan dan benar adanya, bros melati pemberian teman dari Mataram itu matanya tinggal beberapa saja. Aku sedih dan aku tahu orang yang di depanku memerhatikan.
"Ini spesial ya?" tanyanya membuyarkan semua ingatanku tentang gadis Mataram yang memberikan bros itu.
"Eh, semua hadiah selalu special. Dan bros ini hadiah teman kuliahku dari Mataram. Tapi nggak apa-apa :) ntar beli lagi yang serupa ini."
Orang di depanku hanya tersenyum dan kami berbincang hal lain.

Beberapa waktu berlalu, aku sudah melupakan peristiwa bros melati yang matanya tidak utuh dan sudah tidak cantik untuk dikenakan. Ketika seseorang datang kepadaku.

"Eh, ini semoga bisa mengobati kecewamu waktu itu." dia menyodorkan kotak kecil. Aku menerimanya. "Apa ini?" tanyaku memegang kotak kecil itu.
"Hehehe, buka saja...tapi mungkin tidak sama dengan yang dari gadis Mataram itu :)"
Gadis Mataram? Bros melati itu? Perlahan aku membukanya dan rasanya aku tersedak, begitu melihat apa yang ada di kotak sangat kecil itu. Bros melati serupa dengan pemberian teman dari Mataram dengan ukuran sedikit lebih besar, lebih berkilauan yang ada  di foto itu.
"Ya, Allah... kenapa kamu berikan ini kepadaku? Ini pasti mahal ya? Kilaunya tidak seperti yang kemarin...ah kenapa kamu belikan ini?"
"Ndak, murah kok... ini berkilau karena masih baru. Itu barang biasa kok...tapi mau menerimanya kan? Anggap itu kenangan dari gadis Mataram itu :)"
":) iya aku terima, makasih ya. Ini dari kamu, bukan dari gadis Mataram itu :) sekali lagi makasih ya..."

Waktu pun berlalu, bros cantik itu kembali menemaniku ke berbagai acara. Kadang tersemat di kerudungku dan tidak jarang sebagai pemanis berbagai Blaserku. Karena warnanya yang putih berkilau dengan dasar titanium keemasan, jadi cocok saja dengan semua warna baju. Selalu tampak berpendar.

Hingga aku pindah kerja di perusahaan lain. Bros kecil itu tetap membersamaiku dan suatu ketika aku mengenakannya di kerudung hijau lumut yang membuat bros ini semakin berkilauan. Salah satu karyawan, mendadak mengomentari bros kecil itu.

"Mbak, brosnya cantik banget. Pasti mahal itu... :)"
"Ini hadiah dari teman :"
"Wow, senengnya punya teman sebaik itu. Ngasik hadiah berkualitas banget,"
"Maksudnya?"
"Boleh aku lihat, Mbak?" teman ini tidak menjawab tanyaku tetapi memintaku melepas bros melatiku. Hal sepele saja, kulepas dan kuberikan padanya.
"Wah....benar dugaanku. Sejak awal mbak masuk kantor ini, aku suka banget merhatikan bros ini. Berkilauan, bikin hati nyaman kalau mbak pakai di kerudung atau blaser :D"
"What?"
"Iya, mbak...ini Swarovski. Makanya aku penasaran, pingin lihat langsung. Dan swarovski itu harganya perbiji. Semakin banyak menyusun sebuah perhiasan, ya semakin mahal."
"Jadi?"
"Iya, Mbak...temannya itu baik banget ngasih hadiah sebagus ini. Aku tahu tentang hal ini, karena aku sudah pernah kerja di toko perhiasan dan sangat tahu mana Swarovski asli dan yang KW. Bahkan yang imitasi dan dibilang swarovski. :) "
Setelahnya, aku hanya tersenyum. Dan, mungkin benar bahwa bros ini tersusun oleh kristal Swarovski, karena sejak awal kilauannya tidak pernah pudar. Kalau hanya kristal biasa, tentunya sudah redup. Bros itu sudah menemaniku lebih dari 2 tahun waktu teman baru itu memeriksanya. Aku menunduk dalam, melangitkan doa untuk yang telah memberiku hadiah indah ini. Aku memang tidak banyak tahu tentang perhiasan.

Lalu, hadiah yang kembali sangat menakjubkan adalah, Mont Blanc Special edition John Lennon. Hadiah yang tidak pernah kubayangkan atau kuangankan sedikitpun. Suatu kali aku hanya pernah mengganti cover facebookku dengan sebuah pena Mont Blanc bertahtakan berlian yang ketika kulihat di website resminya harganya ribuan dollar Amerika. Hanya melihat saja dan tersenyum, masih tidak mengerti mengapa orang bisa membeli sebuah pena dengan harga yang spektakuler seperti itu. Dan selalu hal tersebut selalu membuatku tersenyum :) dengan sejuta makna yang tidak mudah kubahasakan secara lisan.

Ada gerimis indah perlahan membanjiri seluruh sudut hatiku. Ketika aku tidak memercayainya bahwa di depanku adalah sebuah bolpoint bermerk Mont Blanc nyata adanya. Memang bukan yang pernah kuupload di facebook itu, tapi ini special edition sang legendaris John Lennon. Juga bukan barang yang baru diluncurkan di tengah kemasyhuran Mont Blanc. Ada debar tak biasa, yang hanya bisa kulantunkan kepadaNya. Segera aku melangitkan doa, kepadaNya. Kemudian mengabari sang pengirim dan ternyata aku hanya bisa mengucap satu kalimat pendek; "makasih ya,"  lalu kami saling diam untuk beberapa detik yang berjalan dengan maknanya masing-masing.
"Kamu pantas menggunakan bolpoint itu. :) Teruslah menulis dengan makna sesungguhnya ya," pesannya indah.
Sekali lagi, awalnya aku hanya bisa membalas ucapannya dengan tarikan napas dalam, mencoba menata segala rasa yang entah mengapa begitu saja berserakan di hadapanku.
"Insya Allah," jawabku perlahan.
"Mungkin, bagi sebagian orang menulis ya berarti menulis pada umumnya dipahami orang kebanyakan. Tapi aku yakin Jazy tahu, bahwa makna yang kumaksud bukan sekadar makna yang dipahami orang-orang itu," jelasnya lagi.
"Iya, insya Allah aku paham."
"Makasih, aku hanya ingin kamu bisa menulis dengan makna yang lebih. Jadilah pena bagi semesta, yang membuat orang lain bergerak untuk lebih berarti. Tuliskan hal bermakna di kanvas semua hati orang-orang sekitarmu dengan cara terbaikmu. Bolpoint atau pena ini hanya sebagai perlambang bahwa kamu sangat berarti, jika kamu bisa membuat orang lain berarti. Memang sebagian orang bilang Mont Blanc itu sangat mahal, tapi sekali lagi aku katakan padamu, kamu pantas menggunakannya. Silakan maknai sendiri...mengapa orang lain menganggap Mont Blanc ini mahal dan aku sangat yakin bahwa di depanmu, Mont Blanc itu hanya sekadar pena yang sama dengan lainnya. Karena kutahu, Jazy tidak pernah mengagungkan materi :) lebih melihat kepada makna, kan?"
Aku sudah tak bisa bicara, kuakhiri saja telpon itu dengan salam.

Sejenak, aku menerima pesan darimu. Ternyata kamu masih melanjutkan keteranganmu tentang Mont Blanc.
"Mont Blanc memang kategaori pena atau bolpoint mahal, tapi sekali lagi aku hanya mau Jazy memahami maknanya dengan baik :)"

Aku menunduk, menengok ke dalam titik rasaku. Mematri lintasan pemahaman di dalam hati. Apa lagi? Selain hanya bisa bersyukur atas segala limpahan Cinta dariNya ini?

Pun, masih banyak hadiah yang cukup mencengangkan lainnya yang kuterima. Tak bisa kusebutkan semuanya di sini.  Aneka bebatuan yang lagi trend saat ini juga aku terima, bahkan termasuk buku. Bahkan dalam sebuah kesempatan aku pernah mengenakan secara bersama beberapa hadiah istimewa. Abaya dengan pasminanya, tas, dompet, jam tangan, gelang aksesoris, dan lainnya.

Aku memang tidak akan pernah bisa membalas sang pemberi hadiah dengan hadiah yang sama atau bahkan mungkin lebih baik. Tapi setidaknya aku akan berusaha mendekap mereka dalam doa-doa sunyiku. Sentiasa melangitkan doa bahagia kepada mereka, pun dengan menggunakan atau memanfaatkan pemberian mereka dengan sebaik-baiknya. Merawat sebaik yang aku bisa. Kalaupun ada yang tidak begitu aku butuhkan, biasanya aku akan menyimpannya atau memberikan kepada yang lebih pantas memakainya. Kadang, aku perlu meminta izin kepada yang memberi untuk kuberikan kepada yang lain, tapi kadang memang aku tidak perlu menyampaikan hal itu. Aku melihat kemanfaatan dari sesuatu  itu dan tentu niat yang kutanam adalah untuknya. Semoga keberkahan dariNya itu mengalir kepadanya.

Aku juga belum menjadi pemberi hadiah yang baik kepada saudaraku yang lain, walaupun aku memang diajari untuk selalu bisa berbagi. Sekali lagi, kemampuan atau kesadaran berbagi memang hanya dimiliki oleh jiwa yang telah menerima. MenerimaNya dalam segala penerimaan sebagai hambaNya. Aku masih terus belajar dan belajar menapaki tangga yang belum terdaki, menghaluskan pekanya rasa. Selalu membersihkan dan melapangkan hati dengan senyum penuh kesyukuran.

"Kamu kok selalu diperhatikan banyak orang sih? Mereka suka banget memberimu hadiah-hadiah indah kepadamu," tanya seseorang.

Dan ternyata aku tidak bisa menjawabnya, sungguh tidak punya jawaban atas tanyanya. Dan adakah yang membaca tulisanku ini, tahu jawabannya? Mengapa aku teramat sering mendapat hadiah indah dari sahabat dan saudaraku?


Taman Hati, 14 November 2015

Terima kasih untuk semuanya yang telah memberiku hadiah, doa-doa sunyiku Insya Allah akan selalu menghampar untuk semua. Dan tahukah kau saudaraku, aku selalu berusaha menerima semua pemberian dengan ketulusan serupa yang kalian semai untukku. Niat kalian menjadi urusan kalian dengan Tuhan kalian, aku hanya menerima dengan sukacita. :) 

Terima kasih juga, bagi yang berkenan menerima pemberian2 kecilku dengan hati yang tulus, pun mudah2an pemberian kecilku bermanfaat. Dan maafkan aku, jika pemberianku mengecewakan kalian atau tak sesuai harapan kalian. Bahkan sungguh maafkan aku, jika pemberianku kalian anggap sebagai hal negatif dan bermotif. Sungguh NIAT setiap pemberianku kepada siapapun, adalah menjadi URUSANKU DENGAN TUHANKU.





0 Comments