Dua bulan, bukan waktu yang singkat untuk sebuah kondisi "diam" yang aku alami. Setiap saat selalu ada keinginan tapi selalu mendadak kondisi fisik seperti tidak pernah diizinkan untuk bisa.

Peristiwa demi peristiwa datang silih berganti. Suka dan duka, telah kupahami sebagai dua sisi mata uang. Ya, keduanya memiliki peran penting untuk menghadirkan sebuah makna. Karena ini adalah kehidupanku, maka kondisi suka dan duka ini adalah kebermaknaan diri, sebuah makna dalam hidupku.

Mengeja syukur, memaknai arti sebuah senyuman dan tetesan air mata. Memandang semua peristiwa dari banyak sudut pandang, tanpa pernah melakukan penghakiman. Ya, memang tidak mudah, tapi senyata pagi yang selalu hadir untuk diterima, demikianlah segala peristiwa yang ada harus aku terima.

Menghadapi kenyataan, bukan menghindari atau justru lari dari kenyataan. Menghindar atau melarikan diri, bukan menyelesaikan persoalan. Menghadapinya, dengan segala konsekuensi logisnya. Aku meyakini, bahwa segala sesuatu yang dilakukan sesuai perjalanan waktunya tentu akan sampai pada tujuannya. Bagaimana kita akan sampai pada tujuan jika kita tidak pernah mau menjalani prosesnya? Sepahit apapun proses perjalanan untuk mencapai tujuan tentu harus dijalani.

Beberapa agenda, harus dibatalkan atau direncanakan ulang. Malu? Tidak sama sekali, karena aku tidak menyalahi aturan prinsip hidupku. Aku hanya melihat semua dengan cara berbeda dari sebelumnya. Aku pun bisa melakukan tindakan penyelesaian yang dalam perhitunganku sebagai manusia pasti berhasil. Tapi sekali lagi, aku pernah mengalami semua itu. Lalu, mengapa aku tidak belajar dari pengalaman yang baik itu? Pengalaman baik atas sebuah keberhasilan, sejatinya bisa dijadikan acuan untuk mengambil keputusan serupa jika terjadi kondisi serupa. Tidak perlu ribet atau lainnya.

Namu, sekali lagi aku memutuskan untuk memilih cara penyelesaian yang berbeda dari sebelumnya. Sekadar untuk menakar diri, apakah perjalanan diri ini menuju kepulangan semakin mendekati titik? Atau justru semakin jauh dari tujuan?
Dengan cara melihat yang berbeda aku berharap bahwa perjalanan menuju titik kepulangan bukan sebuah hal yang menakutkan lagi. Aku mencoba melepas, segala yang melekat dan membebani selama ini. Semakin meluaskan cara pandang dalam melihat segala persoalan.

Ketika semua orang berteriak aku ditipu, aku justru merasakan bahwa dirikulah yang tidak hati-hati. Ketika semua orang berteriak aku dihina, aku justru menemukan sisi kemanusiaan dan kehambaanku.
Permainan strategis manajemen mungkin bisa kumenangkan dengan mudah, tapi permainan secara psikology seperti tidak akan ada pemenangnya. Pemenangnya adalah mereka yang sekali lagi selalu menyadari sisi kemanusiaan dan kehambaannya saja. Kemenangan pada diri sendiri.

Kutuliskan ini, di sini, karena aku ingin menyimpan cerita. Cerita yang setiap saat memiliki kisahnya masing-masing. Aku menyukainya.

Dua bulan ini, aku terus menakar diri:  JIKA CINTA LEPASKANLAH. 

Lalu,
Denyar Sepetember mengabur, mengubur suka pun duka
Pada titik kehambaanku,
Pada titik kemanusiaanku,
Bersyukur,
Aku
MenujuMu saja.




0 Comments