#kelasinspirasiPonorogo7 #KIPO7 #relawan
KELAS INSPIRASI PONOROGO
Perjalananku mengikuti Kelas Inspirasi Ponorogo ini, berbeda dari biasanya. Kondisi kesehatanku yang menurun sejak bulan Juli (bahkan aku gagal mengikuti hari insiprasinya KI Magetan) memang membuat orang terdekatku cukup khawatir. Apalagi ketika mereka tahu bahwa perjalananku ke Ponorogo kali ini menggunakan transportasi umum bus.
Ya, semua orang tahu entah sudah berapa tahun aku tidak menggunakan moda transportasi ini. Sebenarnya ya masalah kesehatanku yang mereka khawatirkan.
Media baru
Karena pergi sendirian, maka untuk ke Ponorogo ini tidak bisa membawa media (helm proyek) lebih dari dua warna (kuning dan putih). Namun, pada kelas inspirasi Ponorogo ini aku mulai membawa media (baru) berupa miniatur alat berat yang selama ini aku hanya mengandalkan gambar lewat tablet saja. Aku mulai mengumpulkan miniatur alat berat ini sekaligus tempatnya agar mudah dibawa ke manapun.
Miniatur alat berat ini tidak hanya menjadi "alat pamungkasku" ngadepin anak-anak, tetapi memang memiliki daya tarik tersendiri bagi anak-anak sekaligus relawan. Lha aku sendiri yang membawa dan punya, selalu suka mandangin dan memainkan miniatur alat berat tersebut kok...apalagi yang jarang banget melihatnya. Aku yakin semua pasti menyukainya. Semoga bisa melengkapi dengan berbagai alat berat lainnya ya....
Sekisah Perjalanan
Kelas Inspirasi Ponorogo ini, awalnya sudah kuniati untuk tidak hadir saat briefing karena aku baru bisa sehari sebelum hari inspirasi dan dengan hitungan waktu yang ada, tidak memungkinkan untuk hadir sesuai jadwal.
Informasi yang aku terima, perjalanan menuju Ponorogo dengan bus (katanya) adalah berkisar selama 5 sampai 6 jam. Ok, aku berangkat dari rumah dengan berbagai perkiraan sebelum pukul 08.30 wib harus sudah di Bungurasih. Aku segera mencari bus patas jurusan Ponorogo dan alhamdulillah, karena aku langsung mendapat Bus dan juga tempat duduk yang nyaman sesuai inginku. Ternyata tepat pukul 09.00 wib Bus bersiap akan keluar terminal. Penumpang berbondong dan bus hampir penuh saat keluar area parkir.
Tentu aku senang sekali karena tepat waktu berangkatnya. Tempat duduk yang sesuai inginku begitu menggairahkan ketika matahari pagi hangat menerobos. Aku serasa "mengenang" perjalanan semacam ini yang entah kapan terakhir kulakukan. Aku membayangkan bisa menghirup aroma padi selepas panen yang biasanya akan kulewati di sepanjang perjalanan.
(Pernah sih menjelang akhir tahun 2017 aku juga ke Ponorogo tapi perjalanannya malam hari)
Sebelum bus keluar terminal, kondektur mengumumkan. "Ini lwat toll panjang ya, hanya sekali turun di Nganjuk, terus naik lagi langsung Madiun Ponorogo. Kalau ada yang turun sebelumnya turun saja sekarang." Penumpang tidak ada yang merespon, artinya kebanyakan dari penumpang akan turun Nganjuk, Madiun dan Ponorogo tentunya.
Inilah pengalaman pertamaku menggunakan bus umum melewati toll yang baru bagiku. Karena perjalanan keluar kotaku selama ini jarang menggunakan toll yang cukup panjang dengan angkutan umum. Seringkali menggunakan mobil pribadi, kereta atau pesawat.
"Biasanya, kalau lewat toll begini hanya 3 jam saja, Mbaknya sudah sampai Ponorogo." kata penumpang di sampingku yang akan turun di Madiun setelah kami berbincang hal lain sebelumnya.
"Bukannya 5 sampai 6 jam? Ada yang bilang begitu."
"Nggak, Mbak, kalau lewat bawah mungkin iya, karena banyak berhenti nyari penumpang." jelasnya lagi.
Dalam hati aku tersenyum, kalau sampai hanya 3 jam artinya aku sampai Ponorogo sekitar pukul 12 siang saja, berarti masih bisa mengikuti briefing yang jadwalnya pada jam tersebut. Ya dilihat saja nanti, itu yang terlintas.
Alhamdulillah...ternyata benar adanya, bahwa tepat pukul 12 siang aku sudah masuk ruang tunggu terminal Ponorogo yang kelihatannya baru ada rehabilitasi atau memang baru dibangun. Sesaat aku mencari tempat duduk santai karena memang tidak berniat ikut briefing. Ternyata saat baru saja mengeluarkan air minum, aku menerima pesan dari fasilitator rombongan belajarku di SDN Bedoho.
"Kak Ima, sampai mana?"
"Alhamdulillah...saya baru saja sampai terminal Ponorogo. ohya untuk ke lokasi titik kumpul saya bisa naik apa ya, Mbak?"
"Saya jemput saja. Ini briefingnya juga belum dimulai, jadi ikut briefing saja ya?"
"Aku kemarin gak daftar ikut briefing, Mbak."
"Sudah gapapa, tunggu saja sekarang saya jemput."
Tidak terlalu lama, aku sudah di telpon oleh Mbak Laila (fasil) yang sudah sampai terminal. Entah, mungkin karena "sejiwa" biasanya memang kita akan mudah sekali menemukan orang yang mencari kita.
Benar, aku diajak melintasi kota Ponorogo menuju lokasi breifing yang telah ramai oleh peserta (relawan) kelas Inspirasi Ponorogo 7. Tidak ada yang aku kenal, tapi kami cepat akrab.
Di acara ini juga sempat bertemu guru yang merupakan wakil dari sekolah yang akan kami tempati nantinya. Sesi foto selalu menjadi cerita tersendiri dalam kegiatan seperti ini. Karena beberapa hal yang harus dipersiapkan, rombonganku pindah lokasi untuk berbincang tentang persiapan hari inspirasi.
Menikmati Malam di Kota Ponorogo
Senja itu sebelum aku ikut salah satu relawan untuk rehat di tempat tinggalnya, aku sempat berbicang dengan relawan lain yang tentunya usianya jauh lebih muda dariku. Sharing hal-hal yang memang perlu dibagi yang mungkin karena aku lebih dulu mengenyam asam manisnya kehidupan. Adik-adik (fasil) yang penuh energy menurutku.
Selepas maghrib, aku diberi keputusan harus menginap di Magetan di rumah fasilitator. Sebelum aku menuju Magetan, sempat mencari makan malam dan menemukan soto ayam yang katanya soto paling kesohor di Ponorogo. Ya, makanan ini memang selalu enak dinikmati diberbagai kesempatan. Rasanya tentu tidak berbeda dari soto kebanyakan yang aku temui, hanya saja menurutku soto ini lumayan enak. Walaupun tidak sebanding dengan soto yang biasa kunikmati saat di Surabaya. Dengan harga yang relatif murah untuk ukran soto ayam kampung yang fresh tentu ini menjadi daya tarik tersendiri.
Selepas makan malam, aku diajak ke alun-alun Ponorogo untuk melihat festival Reog. Ya, saat aku mengikuti kelas Inspirasi ini, Ponorogo tengah menggelar event semacam pesta budaya selama sebulan penuh. Aku ikut masuk melihat langsung anak-anak muda Ponorogo mementaskan budaya khas ponorogo yang sudah sangat dikenal yaitu REOG. Baru kali ini aku melihat pementasan Reog secara langsung dan ternyata memang tampak spektakuler.
Malam itu, aku mengikat ingatan memasungnya dalam bingkai kenangan yang kelak bisa kubuka dengan senyum penuh rekah bahagia. Bahwa aku pernah menjejak tanah ini.
Magetan Menggugah Kenangan
Hari sudah cukup larut saat aku menuju Magetan, tempat menginapku di rumah salah satu fasilitator. Masih kusempatkan membuat "pesawat" untuk persiapan closing Hari Inspirasi esok pagi sebelum istirahat.
Mencengangkan sekali, hari itu aku harus menjejak tanah kenanganku tentang kota kecil bernama Magetan ini. Kota yang menjadi saksi bagaimana aku melakukan penelitian untuk tesisku dalam segala keterbatasan yang kumiliki. Pijar kenangan itu melesat begitu saja, menyesakkan tapi hadirkan sensasi yang berbeda.
Aku tak akan lupa bagaimana aku berjalan mengumpulkan data, bertemu pengusaha kecil di area kabupaten Magetan dibantu beberapa orang baik. Bagaimana aku masuk ke kantor bupati, menemui kepala dinas terkait. Bahkan aku punya cerita tentang forum "SORSEM" yang berada tepat di depan kantor DPRD Magetan. Bagitu banyak wartawan bertanya dan itu menjadi sangat riskan karena aku bukan warga Magetan.
Aku pun harus tersenyum untuk segala kemudahan karena aku berasal dari kampus UNAIR serta anugerah indah lain karena dosen pembimbing pertamaku adalah Prof. H. Haryono Suyono. Siapa saat itu yang tidak kenal dengan beliau? Nama beliau ternyata menjadi magnet tersendiri yang memudahkan proses penelitianku. Khususnya saat proses FGD setelah aku selesai mengunpulkan data dari UKM (ada beberapa sentra UKM yang menjadi objek penelitianku). Kepala dinas, tokoh masyarakat, pengusaha, wartawan bahkan anggota dewanpun berkenan hadir dalam FGDku. Tesisku menjadi sangat menarik untuk mereka, dan semua berpesan..."Kami minta satu eksemplar jika sudah selesai diujikan ya, Mbak."
Atas segala kemudahan dariNya lewat orang-orang baik itu, aku bisa mengikuti ujian tesis sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh kampus untukku. Semua menjadi sangat sempurna karena hasil tesis itu diterima dengan sangat baik oleh dewan penguji.
Dan, disamping cerita tesisku "Model Pengembangan Kualitas SDM sesuai Potensi Daerah di Kabupaten Magetan" itu, ada yang tak kalah mendebarkan adalah sebuah "perjodohan" yang membuat sebuah hubungan indah menjadi berkeping.
Menyisakan kenangan yang tak elok untuk dikenang, walaupun semua membuatku (juga dia) lebih mendewasa. Tapi rasa sesungguhnya memang tidak bisa dipaksa. Seandainya rasa kami bukan rasa sahabat, mungkin akan mudah saja untuk belajar saling mencintai. Sekali lagi bagaimana aku harus mencintai orang yang sama sekali tidak kucintai? Pun tentunya dia, bagaimana dia harus mencintaiku yang telah dianggap sahabat terbaiknya? Kami sama-sama tahu bahwa hati kami tidak saling menuju, karena kami punya hati lain yang lebih indah. Keputusan kami ternyata melukai banyak hati.
Magetan, aromamu masih sama tapi rasaku telah berbeda.
Hari Inspirasi yang mendebarkan.
Pagi selepas subuh kami meluncur menuju Ponorogo. Si driver cantik ini bikin berdebar saja hahaha. Bagaimana tidak? Saat nyetir, dengan santai mengaplikasikan berbagai kosmetik dengan santainya. Aku yang disampingnya hanya bisa tersenyum satire melihatnya, karena khawatir dia lengah. Tapi perempuan cantik ini luar biasa mengendalikan mobilnya. Kami memang berada di perbatasan Magetan dan Ponorogo, jadi tidak terlalu lama kami sudah sampai pada titik kumpul menuju lokasi Hari Inspirasi, yaitu SDN Bedoho kecamatan Sooko.
Masih dengan gaya lihainya, driver cantik ini melaju dengan baik menuju lokasi. MasyaAllah ternyata lokasi sekolah memang cukup jauh. Kami harus melintasi hutan kayu putih dan hutan jati. Untungnya jalan menuju lokasi ini hampir bisa dikatakan sangat bagus. Tidak ada kendala cukup berarti. Namun, semua menjadi entah justru saat kami sudah berada tepat di gerbang SDN Bedoho.
Perlahan, mobil kami akan memasuki gerbang sekolah ketika tiba-tiba teriakan relawan dan beberapa guru mengejutkan kami.
"Ada apa?" kami di dalam mobil sama-sama bertanya.
Semua meminta kami mundur untuk mencari dan memperbaiki haluan mobil agar bisa masuk dengan baik.
Semua terjawab ketika kami turun, terlihat bagian depan mobil sudah tidak seperti semula. Driver cantikku, tersenyum lebar. Semoga segala kebaikan selalu tercurah padamu, Mbak cantik.
Anak-anak antusia memperhatikan apa yang kusampaikan mengenai fungsi alat berat.
Semua relawan pengajar lengkap, dan aku baru sadar ternyata aku sendiri yang perempuan sebagai relawan pengajar. Seorang perawat, editor, polisi, marketing bank dan tentunya aku yang berangkat sebagai kontraktor (asosiasi pengusaha konstruksi).
Upacara bendera berjalan dengan baik, demikian juga pembukaan serta sambutan pihak sekolah atas kehadiran kami semua relawan Kelas Inspirasi Ponorogo 7. Ini pertemuan pertama kami, tapi tidak berlebihan jika aku merasakan bahwa kami telah menjadi keluarga baru.
Kepala sekolah yang luar biasa, menyampaikan beberapa hal yang membuat kami merasa punya arti sekaligus malu atas apa yang telah dilakukan beliau untuk membangun (mempersiapkan) generasi muda bangsa ini. Perjuangan yang tidak mudah, dengan segala tantangan terhampar. Tampilan sekolah ini secara umum menyenangkan.
Hari ini aku memasang help (pengaman) ini kepadamu, Nak, membenarkan letaknya agar tidak salah, agar tepat melindungimu. Kelak...kau akan tau maknanya... mengapa aku membantumu memasang helm itu. Tersenyumlah...
Bersama semua relawan pengajar, dokumentasi, fasilitator dan guru SDN Bedoho.
Sepertinya ini aku tengah menjelaskan alat pengaman (helm) sesuai warna dan keahlian yang dimiliki oleh orang yang mengenakannya.
Dalam setiap KI, aku selalu menyukai pengajak anak-anak untuk berkumpul mendekat atau melingkariku, tidak duduk di bangku masing-masing.
Kelas Inspirasi Ponogoro 7
Antusias mereka, membuatku harus semakin baik memberikan pengetahuan untuk menambah wawasan mereka tentang dunia kerjaku.
Persiapan closing, sedikit aku melanggar "aturan" karena membawa kamera HPku untuk foto bareng anak-anak. Sebaiknya relawan pengajar memang tidak memegang kamera ya...
Alhamdulillah, semua berjalan dengan baik dan lancar. Selesai refleksi, sempat menikmati senja di alun-alun Ponorogo serta menikmati dawet khas Ponorogo. Bahkan kami masih menutup perjalanan hari itu dengan makan Sate Ponorogo yang memang terkenal. Menikmati di lokasinya langsung itu ternyata lebih enak. Tentu membawa oleh-oleh sate ini untuk orang-orang terkasih, sangat dianjurkan. Di rumah makan Sate Pak Tukri, kami berpisah untuk kembali ke daerah masing-masing dan menjalankan tugas kemanusiaan selanjutnya.
Pertemuan kita memang sesaat wahai para relawan...tapi aku yakin kita telah terikat sebuah janji. Janji hati persahabatan dan kerelawanan yang tak lekang oleh waktu dan jarak. Semoga kita dalam golongan manusia yang selalu diridhoiNya dalam langkah kebaikan.
Sampai jumpa di ruang-ruang lain, yang selalu mengantar kita agar tidak lupa sebagai MANUSIA dan HAMBA.
*terimakasih untuk relawan dokumentasi yang telah mengabadikan perjalananku di sini.
0 Comments