Keluargaku di KIS Balikan Yuk...

Mitigasi Bencana 

KIS Balikan yang diselenggarakan pada tanggal 6 dan 13 April 2019 ini, mengambil tema Mitigasi Bencana. Wow...sesuatu yang baru tentunya bagiku. Walaupun sudah ada materi yang disiapkan oleh panitia, hal ini tentu menuntutku untuk mencari tahu lebih banyak tentang mitigasi bencana. 
Tiga mitigasi bencana yang akan disampaikan ke adik-adik di SDN Tegalsari 2 Surabaya, yaitu: GEMPA, BANJIR DAN KEBAKARAN. 

Aku mencari informasi dan aturan pendukung lainnya terkait mitigasi bencana kebakaran di perumahan padat penduduk. Mengapa aku mencari banyak informasi kebakaran di pemukiman padat penduduk? Karena letak sekolah ini benar-benar di area dalam pemukiman penduduk yang sangat padat. Bahkan untuk mencapai lokasi, walaupun aku tinggal di Surabaya tapi tidak semua wilayah "dalamnya" Surabaya aku ketahui, aku harus tertegun-tegun. 
Menurut informasi relawan fasilitator, aku tidak disarankan menggunakan taxi/taxi online melainkan menggunakan ojek/ojek online saja. Aku pikir daerahnya tidak jauh beda dengan tempat tinggalku yang merupakan area aslinya Surabaya yang masih bisa dilalui mobil. 

Sebelum pukul 6 pagi aku sudah menuju lokasi Kis Balikan Yuuk. Ketika aku sampai di depan sekolah, anak-anak baru saja datang yang sebagian besar berjalan atau diantar orang tuanya dengan sepeda motor. Sungguh letak sekolah ini benar-benar di tengah pemukiman padat penduduk. 
Sebelum aku sampai lokasi, aku berbincang dengan driver ojek online.
"Nanti turun depan jalan Pandegiling juga gapapa, Pak." kataku sok tahu. Karena beberapa relawan saat briefing bilang bisa jalan dari seberang hotel Santika dan jalan menuju sekolah. Aku pikir dekatlah..
"Hah? Mbaknya mau jalan? Jauh itu, Mbak. Memang sudah pernah kesini?" tanya pak drivernya. 
"Belum pernah sih, Pak, kata teman-teman dekat dari hotel Santika tinggal nyeberang."
"Haduuh...yang ngasih petunjuk itu seenaknya saja. Masih jauh, itu, Sudahlah nanti saya antar sampai depan sekolah." 
"Hehehe iya deh, Pak. Makasih sebelumnya." 

Dan, semenit dua menit...kok ternyata setelah hotel Santika masih terus jalan, masuk-masuk gang, perkampungan yang sangat padat. Dan yang bikin sedikit shock adalah...jalan menuju sekolah itu hanya serupa gang kecil yang hanya bisa dilalui dua sepeda motor. Bahkan sebagian besar jalannya sempit, jika ada motor berpapasan maka salah satu harus mengalah untuk berhenti terlebih dahulu. 

"Nah, gimana dekat apa jauh?" tanya Pak ojek saat kami sampai sekolah yang dituju. 
"hehehe, iya jauuuh ini, Pak." jawabku menyerahkan helm. 
"Lhayo kalau jalan tadi apa nggak capek? Ini tadi saya carikan jalan yang lebih luas, kalau lewat yang seberang hotel itu malah sempit motor kalau papasan gak bisa." 
"Ok, Pak, makasiiiiih..." bintang lima untuk pak ojek. 

Aku tidak banyak menyiapkan media seperti halnya saat menjadi relawan pengajar pada kelas inspirasi yang kuikuti. Kali ini, panitia sangat baik karena menyediakan media berupa gambar yang cukup besar mewakili berbagai profesi yang dibutuhkan saat bencana yang tentu berbeda-beda antar bencana yang satu dengan lainnya. Aku hanya menyiapkan helm pengaman, rompi dan handuk sebagai langkah pertolongan pertama jika terjadi kebakaran. 

Kebetulan aku yang bertanggung jawab untuk materi bencana kebakaran bersama team lainnya. Menyampaikan kepada anak-anak langkah-langkah apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana kebakaran di rumah mereka. Juga menyampaikan alat-alat sederhana apa sebagai langkah pertama penyelamatan. Dengan metode dialog tanya jawab, mereka antusias menjawab sesuai pengetahuan mereka. 

Media yang disiapkan panitia sangat membantu dalam menjelaskan tentang mitigasi bencana kebakaran kepada anak-anak.

Usia mereka yang memang senang bermain dan usil, mmebuat aku harus bisa mencari cara agar mereka memperhatikan. Langsung menanyakan kembali apa yang sudah kusampaikan adalah salah satu cara membuat mereka fokus. Diselingi tentunya dengan "permainan" yang membuat mereka kembali tenang.


Berinteraksi langsung dengan mereka, mendekati secara personal ketika melihat anak-anak yang potensial untuk bikin ramai dan mengacaukan teman-temannya adalah melatih anak-anak 'potensial' ini bertanggungjawab. 


Mempraktikkan secara langsung apa yang telah disampaikan membuat suasana jadi semakin seru dan ramai. Ketika temannya salah dalam praktik yang lain menertawan dan membenarkan. Artinya seramai apapun mereka, tentu masih memperhatikan dan bisa protes ketika terjadi kesalahan. 

Praktik ini tentu memunculkan hal tak terduga yang bisa bikin relawan tertawa. 
"Lho kok lari begitu saja, harusnya gimana tadi?" seorang relawan yang mendampingi untuk praktik bencana kebakaran kaget melihat cara penyelamatan diri seorang siswa setelah ada aba-aba terjadi kebakaran. 
"Kesuwen, Bu! kalau nyari handuk dulu malah terbakar!" teriaknya dan disambut tawa teman-temannya. 
Sungguh aku tidak bisa menahan tawa, hanya bisa menarik tangan anak yang lari tadi untuk kembali ke "rumah yang terbakar". Memberikan pemahaman betapa pentingnya menggunakan pengaman agar selamat dari bencana yang terjadi itu memang tidak mudah. Kita akan dihadapkan cara-cara berfikir spontan yang kadang membayakan. Ya, kesadaran...itulah kuncinya. 

Satu hal yang membuatku tertegun, setelah menjelaskan tentang APAR yang juga ada di sekolah mereka, aku menjelaskan tentang mobil pemadam kebakaran. Nomor darurat di kota Surabaya juga ditambahkan oleh relawan lainnya. Sebuah tanya sederhana muncul.
"Bu, mobilnya gak cukup masuknya ke kampung sini." celetuk salah satu siswa yang mungkin tinggal di sekitar sekolah dan cukup padat penduduk dengan jalan yang cukup sempit. 
"Mobil kebakaran itu memiliki pipa yang cukup panjang dan bisa menjangkau jarak yang cukup jauh untuk memadamkan api. Ada selangnya yang bisa digulung dan itu dirancang untuk menjangkau tempat yang sulit."
"Kalau airnya di tangki mobil pemadam kebakaran habis tapi apinya masih ada, gimana?" celetuk lainnya. Aku sangat paham imaginasi anak-anak yang cukup mengejutkan. 
Sejenak otakku menumpul. Sepanjang perjalanan menuju sekolah aku tidak melihat HYDRANT. Oh my God, bagaimana aku menjelaskan kepada anak-anak?
"Ok, jika kebakaran besar biasanya kan tidak hanya satu mobil pemadam yang didatangkan, artinya penyiraman tidak akan terputus. Dan satu lagi apakah anak-anak ada yang tahu hydrant? Atau apa fungsi hydrant? Ada yang pernah lihat?" 
"Ada di taman Bu! Ada tulisannya Hydrant" 
"Ada di jalan besar, Bu!" 
"Ada di jalan Darmo, Bu!" 
"Nah sudah ada yang tahu kan ya? Hydrant itu juga berfungsi untuk memadamkan api jika terjadi kebakaran. Seharusnya di tempat ini atau sekitar sini, ada hydrant sebagai salah satu alat yang digunakan untuk menangani kebakaran." 
"Di sini tidak ada, Bu!" 

Ya, aku terdiam untuk satu hal ini, karena memang tidak bisa menjelaskan kepada anak-anak kenapa tidak ada hydrant di dekat tempat tinggal (sekolah) mereka.

Saat penutupan dilakukan di halaman sekolah yang tidak terlalu luas dengan cuaca Surabaya yang khas penuh kehangatan, aku menemukan sesuatu. Ternyata di depan salah satu kelas yang tepatnya juga kelas yang dekat dengan ruang guru aku melihat semacam "reading corner". Awalnya aku mengira rak ini ada di dalam kelas (sementara dipindah karena ruang kelasnya dipakai KIS Balikan), tetapi begitu membaca tempelan di atasnya, aku paham jika rak buku itu memang ada di luar kelas. 

Walaupun tampak sederhana dan kurang terawat setidaknya upaya "penyadaran" untuk membaca sudah dilakukan di sekolah ini. Semoga ke depannya akan lebih baik lagi. Sayang sekali, saat itu aku tidak bisa banyak mengeksplore apa dan bagaimana kondisi sekolah yang sebenarnya, termasuk perpustakaannya.

Melihat antusias siswa dan guru saat pembukaan, beberapa jargon semangat yang mereka dengungkan, bahkan ada 'janji siswa' yang selalu dibacakan (siswa hafal) aku merasa sekolah ini memiliki guru yang menyenangkan.
Bagaimanapun pendidikan dasar seharusnya adalah pendidikan yang menyenangkan bagi anak-anak, bukan bentuk pendidikan yang "menakutkan".

Dan, akupun mendapatkan berbagai informasi tentang mitigasi bencana dari relawan lain yang profesinya sangat dibutuhkan saat terjadi bencana. Semoga aku masih berkesempatan untuk bisa bertemu anak-anak hebat lainnya di kota Pahlawan ini suatu saat nanti. Semoga!



0 Comments