"Let me be mad, as You; mad with You, with us. Beyond the sanity of fools is a burning desert. Where Your sun is whirling in every atom: Beloved, drag me there, let me roast in Perfection!" ~Rumi~


Medan juang terbentang di pelataran waktuku
Desiran rasa terajut dalam detak jantungku
Satu, dua, tiga... hingga...
Ada syukur dalam setiap sel
Ada cinta dan rindu yang berdifusi
Tertunduk aku
Sesaat menengok beranda taman hati
Berita cintaNya mengalun merdu di setiap helai malam
Berita dan kisah kehidupan telah dititipkan:
Pada desiran angin, mengabarkan berita semesta
Pada melati, kamboja, mawar, kemuning yang tebarkan aroma cinta
Pada kuntum jiwa yang senantiasa berbagi cinta
Pada sabit purnama yang memendarkan kelembutan
Pada embun yang mengabarkan kesejukan
Pada dedaunan yang tertiup angin
Pada laut yang bersinergi dengan gelombang cintanya
Pada gunung yang kokoh dengan keanggunan jiwanya
Pada rerumputan yang mengumbar kebermaknaan diri
Pada kupu-kupu yang menarikan tarian cinta
Pada kunang-kunang yang menerangi keelokan gelapnya malam
Pada pagi, siang, senja dan malam
Pada cahaya...pada matahari yg hangatkan kehidupan
Kini, pada covid-19 akupun melihat banyak kisah dihamparkan
Aku melihat, membaca dan mendengar denting-denting kisah
Satu denting di aroma Ramadhan yang harum
Menghipnotisku dalam kubangan rasa terindah
Selaksa tanya berserakan di pantai taman hati
Kupunguti reranting yang diantar gelombang kehidupanku
Kujadikan pena
Kutulis sebuah kisah di lembaran yang ada

"Apakah aku bisa MUDIK tahun ini?"

Ah...reranting, mengapa kalimat itu yang tertulis kali pertama?
Aku ingin menuliskan surat cinta
Aku ingin menuliskan bahasa rindu
Rerantingku diam
Aku mengeja kembali apa yang telah kutulis

"Apakah aku bisa MUDIK tahun ini?"
Masih dengan kalimat yang sama, tidak berubah

Allah Maha Cintaku

"Apakah aku bisa MUDIK tahun ini?"
Masih dengan kalimat yang sama, tidak berubah

Aku diam dalam genangan air mata
Tanya ini memang bukan tanya sederhana yang bisa kujawab dengan senyum renjana yang sederhana
Sekali lagi aku menengok beranda taman hati
Masih adakah debu-debu di sana?
Masih adakah segerombolan wajah cantik dan tampan ego duduk di sana?
Masih adakah selarik jumawa menyudut di sana?
Masih adakah remah-remah rasa yang membuat kotor taman hatiku?
Sekali lagi aku menengok sekuntum jiwaku,
Masih adakah kepiluan saat kuteriakkan dalam heningku akan lelaku nrimo ing pandum?
Masih adakah debu resah saat kusenandungkan damai dan bahagia?
Masih adakah titik-titik ragu saat kudendangkan zero want?
Allah Maha Cintaku
Ada saat air mata ini harus luruh
Menderas rasa akan kebermaknaan diri pada semesta
Allah Maha Cintaku
Izinkan aku menulis : " Atas izinMu, aku bisa MUDIK tahun ini"

MUDIK, kembali ke kampung halaman, kembali pulang, kembali ke dalam diri, kembali ke sejati
Kembali ke altar suciMu, rumah cintaMu
Kembali ke beningnya hati, taman cintaMu
Kembali pada kelembutan dan keindahan hati dan jiwa, kepadaMu saja
Zero Want, Nothing Desire
Allah Maha Cintaku
Aku
MenujuMu saja.
----

"If light is in your heart, you will find your way home" ~Rumi~

MUDIK

Apa yang aku tulis di atas adalah sekisah rasa yang bergelayut di benakku sejak semalam bahkan malam-malam jauh sebelum Ramadan. Terlebih sejak pandemi terjadi yang menggoreskan banyak lara di semesta ini.
Ketika bibirku sering senandungkan 'lagu munajad', menyelisik anyaman ibadah yang terbentang di altar sajadah.
Ketika semua hati berbincang tentang MUDIK dan segala persiapannya, aku diam.
Ketika ada pro dan kontrra tentang mudik karena pandemi ini, aku memperhatikan.
Dan, aku terdiam mengeja kebermaknaan diri akan MUDIK, ingat sebuah tulisan tentang MUDIK KE KAMPUNG AKHERAT. Aku menderas rasa, sungguh menengok beranda taman hatiku pada apa yang ada di sana, persiapan untuk MUDIKku tahun ini.

Persiapan materi? Ah...rasanya itu hanya urusan kesekian kali, karena aku yakin Allah sudah menyiapkan semuanya jika diperkenankanNya mudik tahun ini.

Aku lihat jalan-jalan yang tertempuh. Di sana pernah aku tersandung duka, disandung cinta dan rindu, bahkan saat aku bersimbah damai dan bahagia. Pada ranah syukur akan nikmatNya yang berlimpah, adakah yang masih berbintik debu? Ah...aku luruh dalam sujud, ada banyak lembaran masih memburam, belum sepenuhnya bersih. Seperti mataku yang kian menua ini, tak lagi jelas melihat untuk mengeja aksara, namun berharap hatiku tetap bersih memandang dengan jernih segala apa. Ada lisan yang tak terjaga, ada goresan yang tak bermakna. Ada senyum dan tatap mata yang belum tulus. Ada debaran jantung yang tak harmonis karena ego masih berpura amnesia di ujung sajadah, berpura tertidur di sudut dinding hati. Atau malah sedang unjuk kebolehan menampilkan jumawa bahwa diri merasa terbaik.

Bahkan pada deras doa dan istighfar... masih ada resah, masih terselip ragu akan keMahaanNya. Allah ampuni aku. Aroma wangi Ramadaan menyentak, menghipnotisku dalam alunan nada terpilih. Pada cahaya indah yang berpendar di helai malam, membuatku merunduk bersama embun yang sejuk. Allah...selarik jumawa masih tampak di deretan bangku belakang taman hatiku berpura tampil sebagai wajah 'kasih sayang yang tak bijaksana'.

Aroma wangi melati dan sinar lembut rembulan yang abadi...tak jua membuatku tenang untuk sekisah beranda taman hatiku kali ini. Persiapan mudikku...berada di titik mana? Adakah ini akan menjadi Ramadan yang akan mengantar pada seluruh bulan-bulanku ke depan menjadi senantiasa Ramadan? Akankah menjadi manusia yang selalu berada  dalam hakikat puasa pada bulan-bulan setelah Ramadan?
Atau akan menjadi Ramadan terakhirku? Tanya ini, hanya terjawab dalam pasrah padaNya saja. Menjalani apa yang tertakdir dengan sebaik-baiknya, menerima dengan hati yang tenang dan damai segala bentuk goresanNya. Bahagia penuh syukur akan segala limpahan nikmatNya.

Senyum dari kuntum-kuntum pelangi berkilauan

Syahadatku, Ibadahku, sholatku, Puasaku, Pengabdianku pada orang tua, Sodaqohku, Bacaan AlQuranku, Zakatku, Ukhuwah dan silaturrahimku, Mu'amalahku, dan larik-larik pelangi yang akan menjadi bekalku MUDIK ke KampungMU. Bahkan kini jemariku inipun akan membawa bekal apa jika mudik? Jemari yang masih teramat sering menuliskan keruhnya jiwaku, jemari yang kadang dengan cukup emosional membagikan hal yang membawa mudzarat ke semesta. Jemari yang mungkin akan dengan mudah melenyapkan segala persaksian kebaikan yang kulakukan sebelumnya.
Tentunya, aku mengharap berkah dan ridhoMu, aku memohon kasih sayangMu karena sungguh tak akan mampu meminta keadilanMu.
Biarlah kini...persiapan MUDIKku menjadi RAHASIAku denganMu wahai Sang Maha CINTA.
Pada kecipak rasa kupendarkan asa padaMu saja
Gelimang cahaya cintaMu melumatku luruh dalam satu  kehangatan kasih sayangMu
Di kawah candradimukaMu aku berteduh dalam terpaan matahariMu, menguatkanku yang lemah
Atas kehendakMu aku ada
Dan...aku
MenujuMu di titian cintaMu saja.

Untuk siapapun yang sedang persiapan mudik, jangan lupa persiapan MUDIKnya ke KAMPUNG ABADI juga harus lebih besar.

"Atas izinMu, aku bisa MUDIK tahun ini"

MUDIK, kembali ke kampung halaman, kembali pulang, kembali ke dalam diri, kembali ke sejati
Kembali ke altar suciMu, rumah cintaMu
Kembali ke beningnya hati, taman cintaMu
Kembali pada kelembutan dan keindahan hati dan jiwa, kepadaMu saja
Zero Want
Allah Maha Cintaku
Aku
MenujuMu saja.

Kita mungkin tidak bisa mudik secara materi karena pandemi ini, tapi tidak ada yang pernah bisa  melarang jiwa kita untuk MUDIK pada hakikat pulang.

Selamat mudik, mudah-mudahan selamat sampai TUJUAN mudik yang sesungguhnya. Aamiin.

*sebagian tulisan ini pernah aku tulis di sebuah catatan Facebook, namun banyak penyempurnaan di sini.


0 Comments