MENEMUKANMU

(Beliau yang berjasa )
Pertengahan Juni 2020 mungkin menjadi titik awal aku menemukanmu. Menemukan jejak perjalanan yang mengantarku menjadi. Lewat seorang teman yang ternyata berada dalam rekam jejak yang sama. Mungkin aku terlambat menemukanmu, tapi aku yakin bahwa semua yang ada di dunia ini selalu tepat, sesuai dengan apa yang telah diaturNya dengan sangat sempurna. Pun, tentang
pertemuan kita.

Ada denyar yang tak mudah kuterjemahkan, ketika kali pertama aku bertemu semua dalam group saat jiwa-jiwa baik menyapaku. Aku seperti menemukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah hilang dalam hidupku. Mungkin lebih tepatnya memeluknya kembali setelah sekian tahun (28 tahun) saling melepas pelukan. Terlebih mungkin akulah yang melepas pelukan itu saat satu takdirNya menyapaku, karena (seolah) aku tidak punya harapan untuk melanjutkan hidupku. Ya, saat itulah sepertinya aku yang melapasmu dengan sadar.

Aku terus mencoba memutar ingatan, file-file usang yang bisa kubaca tentang kita untuk menyegarkan semua kenangan kebersamaan. Namun, sungguh...ini bukan suatu yang mudah bagiku terlebih waktu 28 tahun bukan waktu pendek untuk sebuah perubahan yang sangat berarti dalam hidup seseorang. Aku mungkin mengingat nama-nama, mengejanya perlahan memamah rasa yang pernah hadir pada sekitar 28 tahun yang lalu. Ada yang membuatku tersenyum dalam sebuah ingatan yang teramat manis, pun ada sebuah ingatan yang membenamkanku dalam air mata. Kenangan melesak begitu cepat, mencecar ingatan yang menua. Semoga semua dalam baik dan bahagia.

PERTEMUAN KITA

5 July 2020, pagi masih dini ketika aku menganyam harap bahwa kita akan bertemu dalam denyar bahagia yang sempurna. Ada selarik rasa khawatir hinggap di hatiku. Apakah mereka masih mengingatku? Terlebih apakah aku bisa mengingat mereka dengan baik?

Di perjalanan, aku terus menderas doa bahwa pertemuan ini akan membawa keberkahan dalam hidupku, hidup kami semua. Energy indah yang akan mengayakan jiwa kami tersebab silaturahim yang sudah terpahami banyak nilai positifnya.
Ada kecemasan melanda, apakah aku bisa diterima oleh mereka? Aku yang bukan siapa-siapa ini? Mendadak ingatan apa yang kubaca tentang "luka sebuah reuni" hadir menyesakkan. Apakah aku akan mengalami kisah sedih itu?
Namun, dalam hati kecilku berharap...kami alumni Assa'adah, YPPQ Sampurnan tentu masih melekat nasehat-nasehat indah guru kami akan makna ukhuwah. Mengingat itu, aku tersenyum...yakin bahwa yang hadir nanti tentu akan menerimaku dengan bahagia, apa adanya diriku saat ini sesukses apapun mereka kini.
Pertemuan kita
Dan, memasuki wilayah Bungah debaran itu kian meraja. Jadwal yang sudah kuatur, berusaha kutepati dengan baik. Kunjungan pertama adalah ke rumah yang menjadi tempatku selama menempuh pendidikan di SMA, setelah aku tidak berada di dalam pondok walaupun tetap mengikuti semua proses belajar di pondok. Rumah, dimana aku mulai mengerti arti kemandirian.
Aku menemukan kembali wajah-wajah yang kukenal walaupun tak semuanya ada. Banyak yang telah kembali kepadaNya, tanpa sempat aku berbicang lagi selepas SMA itu.
Kisah dihamparkan, denyar bahagia pun kesedihan digelar. Aku memamahnya perlahan, untuk memahami bahwa inilah kehidupan yang harus terjalani dengan kesyukuran.

Jika semua selaras tanpa celah, tentu menjadikan hidup ini tak berwana. Justru perpaduan kesedihan dan kebahagiaanlah yang mengantar kita selalu menyadari sisi kemanusiaan dan kehambaan kita.
Tidak cukup waktu yang ada, untuk sekadar membuka lipatan ingatan akan segala kisah kehidupan yang terjalani selama 28 tahun terpisah.
Mengenang banyak peristiwa, hadirkan tawa yang sesungguhnya tawa. Ya, kenangan kadang memang menjadi energy unik yang membuat kita merasa punya arti. Namun, perjalanan harus segera dilanjutkan untuk menemukan energy lain yang semakin menguatkan. Aku meninggalkan rumah itu dengan segala denyar di dada.
Ada doa terpanjatkan, ada harapan, pun air mata kesyukuran yang harus terus dideras atas segala takdir yang dititahkanNya untukku, untuk kami. Jalanan sudah banyak berubah, atau ingatanku yang tak tajam lagi? Yang pasti memang banyak hal telah berubah setelah 28 tahun aku meninggalkannya.

Melewati gedung dimana aku menimba ilmu selama SMA. File usang terputar begitu saja, hadirkan senyum dan genang air mata. Betapa banyak hal yang membuatku akhirnya menjadi seperti saat ini berawal dari gedung itu. Ingatan pada guru-guru terbaik yang mengantarku pada titik terbaikku. Juga wajah-wajah indah yang sesaat lagi akan kujumpai senyumnya.

Sebuah senyum yang pernah kukenal pada 28 tahun lalu menyambutku. Aku menyimpan air mataku dalam senyum dan pelukan. Telah disiapkan hidangan yang luar biasa untukku. Ya, hari itu aku memutuskan untuk menikmati apapun yang ada. Sarapan 'kedua' kulakukan bersamanya. Inilah wajah kedua yang kulihat secara langsung setelah kami terpisah, setelah sebelumnya ada yang sudah menenuiku di rumah.

Aku tidak mengenali mereka
Mendekati lokasi pertemuan, ada debaran yang semakin menjadi. Aku sudah melepas outer dan mengganti masker saat menuju lokasi ini. Bagaimanapun, menjaga diri tentu lebih baik. Terlebih akupun harus menjaga orang-orang yang kutemui dalam situasi pandemi ini. Apakah aku takut? Ya, justru karena aku takut pada Tuhanku yang memberiku anugerah kesehatan, maka aku harus menjaganya dengan baik. Usia kami yang hadir tentu bukan usia remaja yang lebih 'kebal', disitulah aku ikhtiyar menjaga diri dan lainnya. Tentu setelah ada doaku yang paling aamiin untuk kebaikan semuanya.

Rasanya ingin kupeluk semua ketika aku melihat wajah-wajah indah teman perempuan yang kukenali. Untuk teman laki-laki jelas aku tidak banyak mengenali mereka, tidak ada yang kukenali pada awalnya. Wajar sebenarnya, karena masa SMAku tidak pernah sekelas dengan murid laki-laki. Status kami waktu itu disamakan dengan Madrasah Aliyah dalam arti tidak ada kelas yang campur antara murid laki dan perempuan.
Aku sekadar mengingat beberapa nama beberapa pengurus OSIS, teman sepondok dan juga tetangga kos. Tidak lebih dari 10 nama yang kuingat dengan jelas, walaupun tetap kami tidak begitu dekat semasa SMA itu.
Wajah-wajah cantik yang dewasa

Sungguh saat memasuki halaman rumah mbak Karimah, aku sama sekali tidak mengenali wajah teman-teman (laki-laki) yang ada di teras. Aku mempercepat langkah masuk ruang tamu. Di sanalah, aku melihat wajah-wajah 28 tahun lalu yang menemani hari-hariku. Ada senyum dihamparkan, pun ada keganjilan yang hadir menyempurna, ketika aku tidak mampu menyebut nama mereka. Aku menunduk menata ingatan, melihat wajah-wajah cantik dewasa di depanku. Perlahan aku bisa mengeja nama mereka, menghadirkan rasa semasa SMA dan aku bahagia ketika bisa mengingatnya dengan sempurna.

Apa yang kutakutkan tentang kisah sedih sebuah reuni, Alhamdulillah tidak terjadi. Walaupun tetap aku tertatih mengeja semua. Mencoba mengabadikan saja semua dalam lipatan ingatan dan bingkai kamera. Tidak kutemukan wajah-wajah yang dekat denganku semasa SMA, tapi bersyukur bisa mengeja semua (siswi) yang hadir walaupun tanpa berbincang. Aku yakin mereka juga tidak mengenaliku, atau mungkin sudah lupa denganku. Aku tentu sangat paham, karena aku bukan murid terkenal semasa SMA hehehe.

Akhirnya aku bisa memeluknya
Teman-teman sekelasku di jurusan biology yang hadir hampir semua bisa kukenali walaupun tidak semua bisa bertegur sapa dan berbincang. Ya, kondisi yang ada memang tidak memungkinkan kami bisa berbincang dalam waktu lama. Terlebih aku adalah orang yang baru kali pertama hadir dalam kebersamaan dengan mereka. Ada hati yang teramat kurindukan selama ini, tapi senyatanya dia tidak hadir. Aku sadar bahwa semua telah memiliki kehidupan yang harus dijalankan.

Hidangan yang disuguhkan luar biasa, namun hatiku telah penuh oleh bahagia melihat wajah-wajah indah mereka yang membersamai masa SMAku. Kadang sedikit roaming mendengar perbincangan mereka, tapi entah mengapa aku tidak bisa melepaskan senyum dari bibirku. Bahkan ketika aku melihat teman laki-laki yang tidak kukenali aku tetap merasa bahagia bisa melihat mereka.
Apakah ini team yang menghabiskan makanan?
Apakah ini energy positif sebuah ukhuwah? Silaturahim? Energy yang membuat bahagia.

Satu nama yang hadir kueja dengan baik karena dialah yang secara tidak langsung 'menyertai' dalam perjalanan spiritualku yang tidak mudah sejak masa SMA itu. Pertemuan dengannya seperti membuka pintu penuh luka sekaligus pintu penuh keberkahan hidupku dalam berISLAM. Selama ini, dia menjadi salah satu orang yang kutulis dalam perjalanan ke-ISLAM-anku, terkhusus untuk masalah jilbab. Aku sangat yakin dia tidak pernah tahu, bahwa ucapannya selama masa SMA itu menjadi salah satu moment yang mengantarku menjadi muslimah yang lebih baik (menurutku). Aku meyakini, bahwa itulah cara Tuhan membawaku pada kebaikan. Lewat ucapan-ucapan sederhananya yang membawaku pada kesadaran baru.
Atau team ini yang menang?
Saat bertemu dia  (aku tetap bisa mengenalinya dengan baik), hanya rasa syukur yang kuhaturkan padaNya bahwa dia dan keluarganya dalam kondisi sehat dan baik. Tidak ada bincang berlebih, semua masih sama seperti masa SMA itu bahwa kita sama-sama pelit bicara.

Satu nama lagi yang selalu kubawa dalam doaku, yang telah banyak berjasa padaku selama menjadi 'siswi bengal' saat itu. Membawakan semua buku dan tasku pulang karena aku lebih dulu pulang (membolos). Sebuah nama, yang surat dan pesannya masih kusimpan dengan rapi selama 28 tahun ini.

Aku ingin memeluknya erat, menyampaikan maaf karena aku tidak menjadi guru matematika seperti harapannya. Akupun tidak menjadi arsitek seperti yang sering kusampaikan padanya waktu itu, tapi kemudian ditakdirkan Tuhan menjadi komandannya para arsitek. Ingatanku pada hasil tes psikology yang membuncahkan harapan kami waktu itu. Hasil tes itu mengarahkan aku mengambil jurusan matematika, arsitek dan sastra. 'Aku mau jadi arsitek muslimah.' senyumku pada 28 tahun yang lalu dan dia mengaamiinkan.


Setelah 28 tahun aku bisa memeluknya lagi
Waktu beranjak cepat, mengharuskan kami segera meninggalkan tempat karena situasi pandemi ini. Belum cukup rasanya, tapi tidak bijak jika kita memaksakan diri. Aku melanjutkan perjalanku menuju satu jiwa baik yang ingin kupeluk itu. Beberapa (empat orang) teman membersamaiku. Ada banyak cerita terhampar menemani perjalananku menuju rumahnya.
Menyempatkan sholat di rumah salah satu teman yang membersamaiku yang ternyata juga menjadi tempat usahanya. Kami hanya singgah sesaat, karena perjalanan masih cukup jauh. (Ada azzam di hatiku, aku akan kembali ke D'Gandrung suatu saat nanti, mengganti persinggahan yang sesaat.)

Melihatnya kembali setelah 28 tahun, dadaku penuh oleh rindu. Senyumnya, tatapan teduhnya rasanya dia tidak berubah sama sekali. Namun, aku yakin dia telah menjadi perempuan dewasa yang dibanggakan keluarganya. Aku memeluknya, kubisikkan apa yang ingin kukatakan padanya. "Aku tidak jadi guru matematika." Tetap yang kulihat senyum renyahnya.

Alhamdulillah...senyum tawa, kusimpan dalam sudut hati. Membingkainya dalam bius kamera. Lengkap sudah kebahagiaan yang ada. Kutemukan kepingan kenangan yang selama ini kusimpan rapi dalam unggun rindu. Tanggal 5 July 2020 Tuhan menjawab semua dengan sangat sempurna. Aku bahagia atas semua pencapaian teman-teman dalam menjalani kehidupan.

Lalu ada banyak tanda cinta kuterima selama perjalanan 5 July ini. Terimakasih untuk semua yang telah memberiku bingkisan/oleh-oleh. Semoga Allah membalas dengan kebaikan dan keberkahan. Aamiin.
Rasa terima kasih kuhaturkan kepada Mbak Ima sebagai tuan rumah, juga teman-teman yang bekerja keras untuk membuat acara ini berjalan dengan baik. InsyaAllah ada banyak keberkahan yang akan Allah limpahkan pada teman-teman semua.



Jangan tanyakan padaku siapa nama-nama mereka ya,  di foto ini aku hanya tahu nama dari 6 orang saja. Maaf....

Semoga kelak Allah menyatukan kita dalam panji CAHAYA dari golongan orang-orang yang saling mencintai karenaNya.

***

Benarkah selama SMA aku dikenal pendiam ya? Hehehe...
Dan surprise  beberapa orang setelah 28 tahun adalah....
"Kamu sekarang kok bisa cerewet gitu?Waktu SMA kamu tidak banyak bicara."  
"Benar lho, dulu kamu itu pendiam." 
Yes, perlu waktu cukup panjang bagiku untuk bisa bicara dengan baik di depan publik, dan sekarang semua tahu aku lebih cerewet. 

Bahkan ada yang nanya; 
"Gigi gingsulmu mana?"
Yup, gigi gingsul di samping gigi taring bagian kiri itu telah dicabut oleh dokter gigiku sesaat setelah aku lulus SMA. 
Namun, aku yakin tidak banyak yang mengenali (mengingatku) sampai sedetail itu kan? 
Terima kasih untuk semua kenangan itu....


Taman Hatiku, 
Surabaya, 11 July 2020 

Aku minta maaf untuk yang tidak sempat kusapa/bertegur sapa, berbincang atau tidak kukenali dengan baik, semoga kita semua masih dipertemukanNya kembali dalam kondisi lebih baik. Aamiin



0 Comments